I'LL FOLLOW THE SUN

Love, Light, Live by galih sedayu

Posts Tagged ‘Sejarah Fotografi Indonesia

Kala Fotografi Indonesia

with 2 comments

 

KALA FOTOGRAFI INDONESIA
Penyusun : galih sedayu | Air Foto Network [AFN]

Catatan kecil perihal sejarah perkembangan fotografi di Indonesia yang saya buat ini sebenarnya bertujuan untuk menggali & mengungkap fakta yang belum hadir sehingga dengan kekuatan kolaborasi, catatan ini diharapkan bisa menjadi oase bagi kandungan fotografi Indonesia yang kaya. Sejak fotografi ditahbiskan pada tahun 1839 oleh Louis Jacques Mande Daquerre melalui sebuah konferensi internasional di Paris, virus kebaikan fotografi ini langsung menyebar tak terbendung termasuk di Indonesia. Karena bangsa kita banyak melalui sebuah masa dari mulai masa penjajahan hingga masa kemerdekaan, catatan ini saya coba bagi menjadi beberapa babak agar kita lebih mudah merunut sejarah fotografi di bumi pertiwi ini. Sudi kiranya para sahabat mau menambahkan atau mengkoreksi apabila terdapat kekeliruan dalam catatan yang saya buat ini. Karena dengan begitulah isinya dapat menjadi kebenaran yang dapat kita gunakan secara bersama.

* Masa Hindia-Belanda 1840-1942

1840
Juriaan Munich
, seorang petugas kesehatan diutus oleh Kementrian Urusan Wilayah Jajahan (Ministerie van Kolonien) Kerajaan Belanda untuk mengabadikan tempat dan obyek yang paling terkenal di daerah Jawa Tengah. Namun misi ini mengalami kegagalan.

1844
Pada bulan juni 1844, Adolf Schaefer, seorang Daguerretypist dari Kota Dresden tiba di Batavia untuk menggantikan Juriaan Munich dan ditugaskan memotret patung Hindu-Jawa koleksi Lembaga Kesenian dan Ilmu Pengetahuan Batavia (Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenshapen). Schaefer berhasil menunaikan tugas ini sekaligus menjadi orang pertama yang berhasil membuat foto di Hindia-Belanda.

1853
Saurman’s Daguerrian Galery, studio foto komersial pertama didirikan di Hindia-Belanda yang beralamat di Rijswijk, Marine Hotel No.1 Batavia.

1857
Albert Woodbury & James Page, dua orang bersaudara berkebangsaan inggris datang ke Hindia-Belanda dan mendirikan studio foto komersial. Studio Woodbury & Page ini merupakan studio foto komersial paling terkenal dan sukses secara finansial di seluruh Hindia-Belanda.

1860-1863
Antara kurun waktu tersebut, Franz Wilhelm Junghunhn, seorang ahli obat-obatan yang telah bekerja di Jawa sejak tahun 1835 dan terkenal sebagai perintis penanaman kina, membuat seri foto tanaman pertama di Hindia-Belanda sekaligus menandai dimulainya ketertarikan pada obyek foto tanaman.

1862
Isidore van Kinsbergen, fotografer sekaligus pelukis yang tinggal di Batavia, ditunjuk menggantikan Adolf Schaefer. Tugas pertamanya adalah memotret seluruh benda kuno yang ada di Hindia-Belanda.

1865
H.R. Olland Jr & P.H. Van der Burght, dua orang fotografer profesional asal Belanda hadir mendirikan studio foto di Batavia.

1873
Pada bulan april 1873, Pemerintah Hindia-Belanda menugaskan Isodore van Kinsbergen untuk memotret Candi Borobudur guna melengkapi penulisan buku tentang Borobudur yang dilakukan oleh Dr. C. Leemans, seorang kepala museum benda kuno di Leiden.

1875
Boroboedoer Album, dua belas album foto, yang masing-masing berisi 40 foto mengenai borobudur karya dari Isodore van Kinsbergen diterbitkan.

1861-1870
Selama kurun waktu ini, Simon Willem Camerik, seorang pelukis dan fotografer yang banyak mendapatkan pekerjaan memotret di dalam lingkungan Kraton Yogjakarta, aktif memotret di daerah Jawa Tengah. Simon banyak memotret pemandangan alam di berbagai pelosok Surakarta, Yogjakarta, Magelang dan Prambanan untuk dijual ataupun dikirimkan sebagai hadiah kepada kawan-kawannya di Eropa.

1863-1875
Selama kurun waktu ini, Kassian Cephas, orang Indonesia yang dianggap sebagai fotografer pribumi pertama, belajar fotografi untuk pertama kalinya kepada Isodore van Kinsbergen. Chepas juga belajar fotografi kepada Simon Willem Camerik.

1870
Kassian Cephas ditunjuk oleh Sultan Hamengkubuwono VII sebagai pelukis & fotografer resmi Kraton Yogjakarta. Chepas juga membuka studio foto di daerah Loji Kecil (sekarang di Jl. Mayor Suryotomo) dekat sungai conde dan memiliki seorang asisten yang bernama Damoen.

1886
Pada tanggal 1 Juni 1886, Dr. R.D.M. Verbeek berhasil mendokumentasikan foto-foto Gunung Krakatau di Selat Sunda atas penugasan dari pemerintah Hindia-Belanda.

1888
Buku berjudul In den Kedaton te Jogjakarta dan De garebeg’s te Ngayogyakarta diterbitkan oleh penerbit komersial Brill di Kota Leiden. Buku ini dibuat oleh Isaac Groneman, seorang dokter resmi Sultan Yogjakarta, dimana semua foto di dalamnya adalah karya Kassian Cephas.

1889
C.K. Kleingrothe membuka studio foto pertama di Medan, Sumatera.

1891
Kassian Cephas berhasil memotret relief Karmavibhanga Candi Borobudur. Jumlah foto yang direkam Cephas adalah 164 foto dasar tersembunyi, 160 foto relief dan 4 foto situs Borobudur secara keseluruhan.

1893
Raden Ngabehi Basah Tirto Soebroto, seorang juru bahasa Jawa di Pengadilan Lanraad Batavia, menerbitkan sebuah tutorial fotografi bahasa Melayu dengan judul Hikajat Ilmoe Menggambar Photographie.

1894
Karl Martin, seorang ahli geologi dari Leiden, mempublikasikan 288 foto tentang formasi batuan, spesies tanaman, hewan dan penduduk maluku dalam buku berjudul Reisen in den Molukken. Buku ini terbit setelah selama satu tahun ia melakukan ekspidisi fotografi.

1898
Jean Demmeni & Dr. A.W. Nieuwenhuis, melakukan ekspidisi geologi dan antropologi ke Kalimantan. Setelah ekspidisi ini berakhir tahun 1899 sebanyak 150 negatif foto tentang etnologi dibawa ke Jawa.

1899
Kamera buatan Kodak telah dapat ditemukan di Kalimantan.

1901
* Hasil foto liputan Kassian Cephas & Groeneman tentang pementasan Wayang Orang pada tahun 1899 yang disponsori oleh Gusti Raden Mas Putro (Hamengkunegara III), dibukukan dengan judul Wajang orang Pergiwa atas perintah Sultan Hamengkubuwono VII. Buku yang hanya dicetak satu buah dengan sampul bertahtakan emas permata ini kemudian dikirimkan Sultan sebagai hadiah kepada Ratu Wilhelmina dan Pangeran Hendrik di Istana Oranye Belanda.
* H.L Leydie adalah fotografer yang diberi tugas oleh Oudheidkundige Commissie (sebuah komisi arkeologi pemerintah Hindia-Belanda), untuk memotret aktivitas arkeologi di seluruh kepulauan Nusantara.

1902
Cristiaan Benjamin Nieuwenhuis, menerbitkan buku foto berjudul De Expeditie naar Salamanga, sebuah buku kumpulan foto Perang Aceh (1873-1914).

1902-1903
Antara kurun waktu tersebut, foto-foto tentang Papua banyak diabadikan. Alam Papua pertama kali direkam oleh F.C. Burst, penduduk asli Papua pertama kali direkam oleh Pieter Eliza Moolenburg, dan foto-foto awal penduduk Papua dalam jumlah banyak dibuat oleh Johan S.A van Dissel.

1906
Jonkheer H.M. van Weede mendokumentasikan peristiwa peperangan antara penguasa Bali dengan pemerintah kolonial yang terjadi pada bulan September 1906.

1907-1910
Ekspedisi fotografi ke Papua makin banyak dilakukan. Ekspedisi terbesar adalah yang dipimpin oleh H.A. Lorentz ke daerah pegunungan bagian tengah Papua. Tercatat tiga orang anggota yang bertugas memotret yaitu Van Nouhuys, Versteegh dan J.M. Dumas.

1910
Terdapat lebih dari 150 studio foto komersial yang beroperasi di seluruh Hindia-Belanda.

1911
Jean Jaques de Vink
, salah satu fotografer resmi Oudheidkundige Dienst (Komisi Arkeologi), menyelesaikan 2000 foto restorasi Borobudur yang telah berlangsung sejak tahun 1907.

1912
Kassian Cephas meninggal dunia pada tanggal 16 November 1912. Ia dimakamkan di kuburan Sasanalaya, dekat pasar Beringharjo. Studio fotonya diestafetkan kepada anaknya yakni Sem Cephas.

1917
* Thilly Weissenborn, seorang fotografer perempuan pertama di Hindia-Belanda dikontrak oleh pemerintah untuk memotret industri pariwisata.
* Kamera produksi Eastman Kodak Company dari amerika yang terkenal murah & mudah dioperasikan mulai masuk ke Hindia-Belanda. Dimana Kurkdjian, O & Co. NV. Ditunjuk oleh Eastman Kodak Company sebagai distributor tunggal untuk Hindia-Belanda.

1918
Pemerintah Hindia-Belanda memasukkan “gambar” ke dalam peraturan pers baru yang mereka keluarkan dan disebut sebagai Haatzaai Artikelen.

1920
* Awal tahun ini, foto seri romantik di Bali yang direkam oleh Thilly menjadi rujukan utama wisatawan yang ingin mengunjungi pulau tersebut.
* Dunia fotografi amatir mulai marak & berkembang. Dr. J. Vermeuleun menerbitkan majalah bulanan De Camera, Populair Technish Maanblaad voor den Amateur Photography in Nederlands-Indie.

1921
Cara beriklan di berbagai media cetak yang biasanya menggunakan photograms (cetak positif) sejak tahun 1914, kini mulai diganti dengan menggunakan foto.

1922
* Awal tahun ini, Anton Najoan, seorang pribumi yang bekerja di firma Charls & Van Es & Co pulang kampung ke daerah Tondegesan di Minahasa, Sulawesi. Kemudian ia membawa seorang bocah berumur 15 tahun untuk ikut mengadu nasib di Batavia. Bocah itu bernama Alexius Impurung Mendur. Kelak bocah inilah yang menjadi salah satu pelopor pendiri IPPHOS.
* Perkumpulan fotografer amatir yang bernama Eerste Nederlandsch Indische Amateur Fotografen Vereeniging (ENVIAF) dibentuk pertama kali di Weltevreden, Batavia.

1924
* Preanger Amateur Fotografen Vereeniging (PAFV), sebuah perkumpulan fotografer amatir pertama kali dibentuk di Kota Bandung pada tanggal 15 Februari 1924. Prof. Schemerhorn dan Prof. CP. Wolff Schoemaker, guru besar arsitektur di Technische Hoogeschool (sekarang ITB) menjadi motor penggerak klub foto yang tertua di Indonesia tersebut. Saat ini berganti nama menjadi Perhimpunan Amatir Foto (APF) Bandung.

1927
Alexius Impurung Mendur bekerja di Charls & Van Es & Co, sembari memperdalam ilmu fotografi ke Anton Najoan dan H. Bodom.

1929
Java Bode
merupakan media pertama di Hindia-Belanda yang menerbitkan suplemen khusus yang menggunakan foto sebagai material utama berita. Rozema, seorang pribumi yang sangat kaya menjadi kepala bagian foto media tersebut.

1930-1935
Dalam kurun waktu ini, studio foto di Hindia-Belanda mulai didominasi oleh orang-orang Cina. Tercatat ada 27 buah studio foto komersial milik orang Cina, 4 buah studio foto milik orang Jepang, 8 buah studio foto milik orang Eropa & 2 buah studio foto milik orang Pribumi. Salah satu studio foto milik orang Pribumi ini bernama “Studio Indonesia” yang beralamat di Pasarpon Tel. 182, Surakarta

1933
Foto Jurnalistik yang biasanya menyajikan karya foto berupa spot photo atau foto tunggal, kini mulai bervariasi dengan munculnya genre baru yakni photo essay, yakni foto-foto yang terdiri lebih dari satu foto namun dalam satu tema.

1934
Frans Soemarto Mendur
mulai belajar ilmu fotografi kepada kakaknya Alexius Impurung Mendur.

1935
Kodak Brownie
, produk fotografi yang dikeluarkan oleh Eastman Kodak Company USA mulai mendominasi pasar Hindia-Belanda. Setahun berikutnya, jumlah pelanggan setia produk-produk Kodak di seluruh Hindia-Belanda telah mencapai ribuan orang.

1940
Pada masa ini, terdapat 149 studio foto komersil yang masih aktif di Hindia-Belanda. Sebagian besar dimiliki oleh orang Cina, kedua oleh orang Jepang & sejumlah kecil lagi dimiliki oleh orang Eropa.

* Masa Pendudukan Jepang 1942-1945

1942
* Sejak pendudukan Jepang yang dimulai pada tanggal 8 Maret 1942, fotografi di Indonesia terpaksa melayani satu matra yakni propaganda perang.
* Pada bulan Mei 1942, Pemerintah militer Jepang mengeluarkan Undang Undang No.16 yang mengatur tata cara publikasi & komunikasi di daerah Jawa dan Madura. Pemerintah militer Jepang menerapkan peraturan yang mengharuskan setiap fotografer untuk mengirimkan negatif yang telah digunakan kepada bagian sensor di Barisan Propaganda Jepang. Akibat peraturan ini, semua surat kabar jaman Hindia-Belanda tidak mungkin lagi untuk terbit. Para fotografer Eropa lebih memilih keluar dari Indonesia daripada dijadikan tawanan perang.
* Pada bulan Agustus 1942, untuk keperluan propaganda perang, pemerintah militer Jepang kemudian membentuk Sendenbu (Departemen Propaganda).
* Pada bulan Oktober 1942, dua biro khusus Sendenbu pertama dibentuk yakni Jawa Hoso Kanrikyoku (Biro Pengawas Siaran Jawa) dan Domei (Kantor Berita). Setelah itu, kantor berita Antara pun bergabung dengan Domei.
* Pada tanggal 6 Oktober 1942, pemerintah militer Jepang di Jakarta menetapkan harga pembuatan pas foto sebesar f 0,75 per tiga buah lembar foto. Di beberapa daerah, bahkan keluar peraturan larangan jual beli peralatan fotografi.
* Pada masa ini, Alex Impurung Mendur menjabat sebagai Kepala Bagian Foto Kantor Berita Domei.
*
Selain memperkejakan fotografer profesional, selama Perang Dunia II militer Jepang juga melakukan cara pendokumentasian perang dengan cara membekali para perwira maupun prajuritnya sebuah kamera yang telah siap dipakai untuk memotret.
*
Frans Sumarto Mendur {Adik Alexius Impurung Mendur} bekerja di Koran Asia Raya dan majalah bergambar Djawa Baroe. Untuk Soeara Asia yang terbit di Surabaya, fotografer yang ditugaskan adalah Abdoel Wahab Saleh.

1944
Domei kembali merekrut 7 pemuda berumur 16-22 tahun untuk dijadikan anggota Barisan Propaganda Bagian Potret. Dua di antara 7 pemuda ini bernama Sajuti Melik & Moerdiyanto. Di bawah bimbingan instruktur dari Jepang yang bernama Tsunoda, mereka diberikan kursus fotografi.

1945
*Awal bulan agustus 1945, Abdoel Kadir Said direkrut untuk memperkuat Barisan Propaganda bagian Potret.
* Pada periode ini Frans Soemarto Mendur juga terlibat secara aktif dalam gerakan kelompok pemuda Angkatan Baru.

* Tanggal 17 Agustus 1945 jam 10 pagi di Jalan Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jalan Proklamasi 56) Jakarta dilaksanakan upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Alex Impurung Mendur & Frans Soemarto Mendur merekam peristiwa itu dengan menggunakan kamera Leica.
 

* Masa Kemerdekaan 1945 – sekarang

1946
Pada tanggal 2 Oktober 1946 Kantor berita independen yang bernama Indonesian Press Photo Services (IPPHOS) didirikan oleh J.K. Umbas, F.F. Umbas, Alex Mamusung & Oscar Ganda (Mendur Bersaudara).

1948
Klub Foto yang bernama Lembaga Fotografi Candra Naya (LFCN) berdiri di Jakarta. Sebelumnya klub ini bernama “Sin Ming Hui”. 

1955
Pada tanggal 28-30 Oktober 1955, GAPERFI mengadakan kongres di Semarang.

1956
*
Pada bulan Februari 1956, GAPERFI menerbitkan majalah bulanan foto pertama di Indonesia yang bernama Kamera ; Majalah Untuk Penggemar Foto. Namun majalah ini hanya terbit sekali saja.
* Pada bulan Juli 1956, GAPERFI mengadakan kongres di Kota Bandung dan jumlah anggotanya menjadi 13 Klub Foto dari seluruh Indonesia.
* Salon Foto Indonesia I atau yang dikenal dengan nama 1st International Photosalon of Indonesia diselenggarakan di Kota Bandung.

1967
PAF Bandung menerbitkan Buletin-nya (stensilan) yang pertama.

1969
Pada bulan Februari 1969, majalah Foto Indonesia (FI) terbit perdana yang merupakan majalah satu-satunya di Asia Tenggara pada masa itu.

1969
Sebuah komite yang bersifat sementara yang bernama Sekretariat Bersama (SB) lahir. Tugasnya adalah menghubungi & membuat daftar semua klub foto yang ada di Indonesia untuk bergabung dan melaksanakan musyawarah nasional guna pembentukan sebuah wahana foto nasional.

1973
* Pada tanggal 28-29 Desember 1973, SB menggelar musyawarah nasional fotografi di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.

* Pada tanggal 30 Desember 1973, Munas yang dihadiri oleh 8 Klub Foto dari seluruh Indonesia sepakat untuk mendirikan 
Federasi Perkumpulan Seni Foto Indonesia (FPSI) atau Federation of Photographic Societies Indonesia. Ketua FPSI yang ditunjuk adalah Prof. Dr. R.M. Soelarko.

1986
M
ajalah Foto Indonesia (FI) berhenti terbit.

1989
Pada tanggal 8 Agustus 1989, Association of Professional Photographers Indonesia (APPI) dibentuk.

1992
* Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA) didirikan oleh Kantor Berita Antara.
*
Dibentuknya pendidikan fotografi di Indonesia (IKJ)

1998
Pada tanggal 8 Desember 1998, Pewarta Foto Indonesia (PFI) didirikan.

2014
* Pada tanggal 28-30 April 2014 , Pra Konvensi Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (RSKKNI) bidang fotografi diselenggarakan oleh Kementrian Pendidikan & Kebudayaan Republik Indonesia, Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak dan Usia Dini, Nonformal dan Informal, di Hotel Banana Inn, Bandung.
* Pada tanggal 24-25 Juni 2014, Konvensi Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (RSKKNI) bidang fotografi diselenggarakan oleh Kementrian Pendidikan & Kebudayaan Republik Indonesia, Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak dan Usia Dini, Nonformal dan Informal, di Hotel Banana Inn, Bandung.
 
* Pada tanggal 25 Juni 2014, Asosiasi Profesi Fotografi Indonesia (APFI) dideklarasikan di Harris Hotel Batam Center.
 pendidikan fotografi di Indonesia (IKJ)
* Pada tanggal 10-12 Oktober 2014, Kongres Fotografi Indonesia diselenggarakan di Hotel Amaris, Jakarta.
 
* Pada tanggal 12 Oktober 2004, Masyarakat Fotografi Indonesia (Indonesian Photography Society) dideklarasikan di Hotel Amaris, Jakarta setelah Kongres Fotografi Indonesia selesai dilaksanakan.
 

SUMBER PUSTAKA
* Arsip IPPHOS
*
Ajidarma, Seno Gumira. 2005. Kisah Mata; Fotografi antara Dua Subyek, Perbincangan tentang ada. Yogyakarta: Galang Press
Douwes Dekker, N.A. (Tt). Tanah Air Kita. Bandung/’s Gravenhage: N.V. Penerbitan W. van Houve

Knaap, Gerit. 1999. Chepas, Yogyakarta; Photography in the service of the Sultan. Leiden: KITLV Press.

Zoelverdi, Ed. 1985. Mat Kodak : Melihat Untuk Sejuta Mata. Jakarta: Graffiti Press.

* Buletin PAF, April 2004.

Soerjoatmodjo, Yudhi. 2013. IPPHOS; Indonesian Press Photo Service; Remastered Edition. Jakarta: Galeri Foto Jurnalistik Antara.

* Majalah Foto Media: Fotografi Indonesia 150 Tahun, Tahun II No.9, Februari 1994.

Risdianto, Michael. 2006. Skripsi Kantor Berita Foto Indonesian Press Photo Service (IPPHOS) 1946-1980.*
* Katalog Pameran Foto: 100 x France, Desember 2008. Jakarta: Galeri Foto Jurnalistik Antara.

Copyright (c) by galih sedayu
All right reserved. No part of this writting may be reproduced in any form or by any means, electronic or mechanical including photocopy or any another information storage and retrieval system, without prior permission in writing from photographer.

Written by Admin

October 17, 2016 at 12:59 am

Kassian Cephas : Sang Cahaya Sejarah Fotografi Tanah Air

with 6 comments

Teks : galih sedayu

Kassian Cephas. Tidak bisa dipungkiri bahwa nama besar tersebut erat kaitannya dengan keberadaan  dan identitas fotografi indonesia. Cephas banyak disebut sebagai pelopor pemotret pribumi yang pertama di indonesia. Terlahir dengan nama Kasihan di Kota Yogyakarta pada tanggal 15 Januari 1845, merupakan putra dari seorang ayah yang bernama Kartodrono dan seorang ibu yang bernama Minah. Tetapi beberapa literatur menyebutkan bahwa Cephas merupakan anak asli orang belanda yang bernama Frederik Bernard Franciscus Schalk dan lahir pada tanggal 15 Februari 1844. Setelah masuk kristen protestan dan dibaptis pada tanggal 27 Desember 1860 di sebuah gereja di Kota Purworejo, nama Kasihan berubah menjadi Kassian Cephas. Nama “Cephas” tersebut merupakan nama baptis yang sama artinya dengan Petrus dalam bahasa indonesia.

Cephas belajar fotografi untuk pertama kalinya kepada seorang fotografer dan pelukis yang bernama Isodore Van Kinsbergen di Jawa Tengah poda kurun waktu 1863-1875. Selain Kinsbergen, Cephas pun sempat berguru kepada Simon Willem Camerik, seorang fotografer dan pelukis yang kerap mendapatkan tugas memotret kraton Yogyakarta dari Sultan Hamengkubuwono VII. Pada tahun 1870 ketika Camerik meninggalkan Yogyakarta, Cephas diberi amanat oleh Sultan Hamengkubuwono VII sebagai fotografer dan pelukis resmi kraton Yogyakarta.  Karya foto pertama Cephas menggambarkan obyek Candi Borobudur yang dibuat pada tahun 1872.

Cephas memiliki sebuah studio foto di daerah Loji Kecil yang sekarang letaknya berada di Jalan Mayor Suryotomo dekat Sungai Code di Jawa Tengah. Cephas pun mempunyai seorang asisten foto yang bernama Damoen. Nama Cephas semakin bersinar ketika Isaac Groneman yaitu seorang dokter resmi sultan asal belanda memujinya di sebuah artikel yang ia tulis untuk untuk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Lembaga Kesenian dan Ilmu Pengetahuan Batavia) pada tahun 1884. Kemudian Cephas bergabung dengan sebuah perkumpulan yang didirikan oleh Isaac Groneman dan J.W. Ijzerman mendirikan Vereeniging voor Oudheid-, Land,- Taal- en Volskenkunde te Yogjakarta (Union for Archeology, Geography, Language and Etnography of Yogyakarta) pada tahun 1885 ( yang selanjutnya disebut Vereeniging voor Oudheid). Karir Cephas pun semakin meningkat ketika ia bergabung dengan perkumpulan tersebut. Terbukti ketika karya-karya foto Cephas masuk ke dalam dua buah buku yang dibuat oleh Isaac Groneman, In den Kedaton te Jogjakarta dan De garebeg’s te Ngayogyakarta dan diterbitkan oleh penerbit komersial Brill di kota Leiden pada tahun 1888. In den Kedaton berisi tulisan dan gambar collotypes tarian tradisional Jawa. Sedangkan De garebeg’s berisi tulisan dan gambar upacara Garebeg. Semua gambar foto collotype dibuat Chepas atas ijin dari Sultan Hamengkubuwono VII. Kompilasi karya Cephas pun kemudian dijadikan souvenir bagi kaum elit eropa yang akan pulang ke negaranya serta kaum pejabat baru belanda yang mulai bertugas di Kota Yogyakarta.

Pada tahun 1889-1890 Pemerintah Hindia Belanda menunjuk Cephas untuk membuat foto tentang situs-situs Hindu-Jawa Kuno di Jawa Tengah. Dimana Candi Borubudur merupakan salah satu obyek foto situs tersebut setelah penemuan dasar tersembunyi yang memuat relief Karmavibhanga pada tahun 1885 oleh J.W. Ijzerman. Setelah berakhirnya proyek pengangkatan relief Candi Borobudur di akhir tahun 1891, jumlah foto yang dihasilkan Chepas adalah 164 foto dasar tersembunyi, 160 foto relief dan 4 foto situs Borobudur. Pada saat yang bersamaan, Cephas memperoleh status gelijkgesteld met Europanen (sejajar dengan orang Eropa) untuk dirinya dan kedua anaknya, Sem dan Fares dari Pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1892 Chepas diangkat sebagai anggota luar biasa Lembaga Kesenian dan Ilmu Pengetahuan Batavia. Cephas pun pernah mendapat kesempatan untuk memotret kunjungan Raja Rama V (Chulalongkorn) dari Thailand ketika raja tersebut menyambangi Yogyakarta pada tahun 1896. Salah satu jejak karya Cephas yang lain adalah Buku Wajang orang Pregiwa yang dibuat oleh Sultan Hamengkubuwono VII untuk kemudian diberikan kepada Ratu Wilhelmina dan Pangeran Hendrik dari Mecklenburg-Schwerin sebagai hadiah pernikahan mereka berdua.

Pada saat Cephas berumur 60 tahun, beliau mulai pensiun dari bisnis fotografi yang digelutinya. Dimana Sem, putra Cephas lah yang meneruskan karirnya di dunia fotografi. Tanggal 16 November 1912 menjadi hari yang bersejarah. Kassian Cephas meninggal dunia setelah mengalami sakit yang berkepanjangan. Cephas dimakamkan di Kuburan Sasanalaya yang terletak antara pasar Beringharjo dan Loji kecil. Begitulah sekelumit episode singkat tentang kehidupan Kassian Cephas, seorang pahlawan fotografi indonesia yang menjadi legenda. Yang ironisnya kadang dilupakan oleh sebagian individu yang menyebut dirinya fotografer indonesia. Walaubagaimanapun nama Kassian Cephas harus terus tercatat di dalam lembaran sejarah fotografi indonesia. Seorang tokoh yang begitu banyak menghadirkan jejak karyanya seiring dengan sejarah perkembangan bangsa indonesia. Agar menjadi bagi kita sebuah kisah yang terus menyulut api semangat dan menanamkan pohon inspirasi tidak hanya bagi para pewarta cahaya melainkan juga bagi sebuah bangsa yang merdeka.

Bandung, 27 November 2010

Sumber Pustaka :

* Groeneveld, Anneke. (ed.). 1989. Toekang Potret100 Jaar Fotografie in Nederlandsch Indie 1839-1939. Amsterdam: Fragment.

* Knaap, Gerit. 1999. Chepas, Yogyakarta; Photography in the service of Sultan. Leiden: KITLV Press.

Kassian Cephas, 1905 (Courtesy P.Cephas)

Circa 1890. KITLV 40154; 11×16 cm ; albumen print

Tittle Page of De garebeg’s

Cover of the Wajang orang Pergiwa

copyright (c) writting by galih sedayu
all right reserved. no part of this pictures may be reproduced in any form or by any means, electronic or mechanical including photocopy, recording or any another information storage and retrieval system, without prior permission in writing from photographer.

Catatan Singkat Awal Kehadiran Fotografi Di Indonesia

with 4 comments

Teks : galih sedayu

Era masuknya fotografi di Indonesia dimulai pada tahun 1840 (setahun setelah fotografi ditemukan di Perancis tahun 1839 oleh Louis Jaques Mande Daquerre) yaitu tatkala seorang petugas medis Jurrian Munnich yang berasal dari negeri kincir angin memboyong fotografi untuk pertama kalinya di bumi pertiwi. Menurut Anneke Groeneveld yang tertuang dalam buku “Toekang Potret” (Fragment Uitgeverij, Amsterdam dan Museum voor Volkenkunde, Rotterdam, 1989), Jurrian Munnich diutus oleh Kementrian Urusan Wilayah Jajahan Belanda untuk merekam obyek di daerah Jawa Tengah. Sehingga sejarah akhirnya menulis bahwa “Kali Madioen” menjadi salah satu karya foto Munnich yang dianggap paling sukses pada saat itu (meski foto yang dibuatnya sangat kabur). Setelah itu penugasan diteruskan kepada Adolph Schaefer yang tiba di Batavia (saat ini bernama Jakarta) pada tahun 1844. Schaefer pun berhasil memotret obyek-obyek seperti foto patung Hindu-Jawa dan foto Candi Borobudur. Hingga hadirnya dua bersaudara kebangsaan Inggris yang bernama Albert Walter Woodbury dan James Page ke Tanah Air pada tahun 1857 menjadi titik terang dimulainya sejarah pendokumentasian Indonesia secara lengkap. Foto kenang-kenangan (carte de-visite) hasil rekaman Woodbury & Page seperti upacara-upacara tradisional, suku-suku pedalaman dan bangunan-bangunan kuno di Indonesia sangat digandrungi oleh para pelancong dari Eropa kala itu.

Pesona Indonesia makin mengilhami masyarakat dunia untuk singgah di Bumi Nusantara kita terutama setelah terbitnya novel “Max Havelaar” karya Multatuli pada tahun 1860. Sebut saja nama tokoh Franz Wilhem Junghun seorang ahli fisika yang membuat sekitar 200 foto tentang bunga dan bebatuan Indonesia sejak tahun 1860-1863. Lalu ada pula Isidore van Kinsbergen yang menggantikan tugas Adolf Schaefer untuk memotret seluruh benda kuno yang ada di Indonesia sejak tahun 1862. Berbicara tentang fotografer pribumi pertama yang merekam citra Indonesia, mau tidak mau tidak bisa lepas dari keberadaan seorang tokoh yang bernama Kassian Cephas. Kehadiran Kinsbergen di Jawa Tengah memikat ketertarikan Cephas untuk menekuni profesi fotografer. Sejak Cephas ditunjuk oleh Sultan Hamengkubuwono VII sebagai fotografer resmi keraton Yogjakarta pada tahun 1870, citra Indonesia yang mempesona seumpama tarian tradisional, upacara grebeg, situs-situs Hindu-Jawa kuno dan Candi Borobudur di Jawa Tengah pun menjadi jejak karyanya yang tak terlupakan. Misalnya saja buku tentang kehidupan keraton dan masyarakat jawa, “In den Kedaton te Jogjakarta, Oepatjara en Tooneeldansen” (Leiden, 1888) dan “De Wajang Orang Pregiwa in den Kedaton Jogjakarta” (Semarang, 1899) yang dibuat oleh Cephas bersama seorang ahli fisika, Isaac Groneman. Buah karya Cephas akhirnya memunculkan minat masyarakat pribumi untuk mempelajari dunia fotografi. Pada tahun 1893, Raden Ngabehi Basah Tirto Soebroto, seorang juru bahasa Jawa di Pengadilan Lanraad Batavia menerbitkan tutorial fotografi bahasa melayu “Hikajat Ilmoe Menggambar Photographie” (Soebroto, 1893). Hingga kini fotografi di Indonesia menjadi sebuah kitab peradaban cahaya bagi orang-orang yang tak pernah lelah untuk terus mengabadikan segala peristiwa yang kelak menjadi sejarah bangsa.

*Tulisan ini diberikan untuk artikel lepas Majalah D’Jugend edisi Januari 2010 sebagai salah satu bagian dari edukasi kecil fotografi.

Bandung, 24 Januari 2010

Metamorfosa Citra Negeri Indonesia

leave a comment »

Teks : galih sedayu

Kehadiran fotografi dalam konteks historis akan selalu mengisahkan sejumlah tokoh yang telah berjasa merekam berbagai citraan tentang Negeri Indonesia. Dimulai pada tahun 1840 (setahun setelah fotografi ditemukan di Perancis tahun 1839 oleh Louis Jaques Mande Daquerre) yaitu ketika seorang petugas kesehatan yang bernama Jurrian Munnich membawa fotografi untuk pertama kalinya ke Tanah Air. Munnich diutus oleh Kementrian Urusan Wilayah Jajahan Belanda untuk memotret citra Indonesia di daerah Jawa Tengah. Sejarah pun mencatat citra Indonesia yaitu Kali Madioen menjadi salah satu karya Munnich yang dianggap paling sukses pada saat itu (meski foto yang dibuatnya sangat kabur). Setelah itu penugasan diteruskan kepada Adolph Schaefer yang tiba di Batavia pada tahun 1844. Schaefer pun berhasil memotret beberapa citra Indonesia seperti foto patung Hindu-Jawa dan foto Candi Borobudur. Lalu kedatangan dua bersaudara kebangsaan Inggris yang bernama Albert Walter Woodbury dan James Page ke Tanah Air pada tahun 1857 menjadi penanda dimulainya sejarah pendokumentasian citra Negeri Indonesia secara lengkap. Foto kenang-kenangan (carte de-visite) hasil rekaman Woodbury & Page seperti upacara-upacara tradisional, suku-suku pedalaman dan bangunan-bangunan kuno di Indonesia sangat digemari oleh para pelancong dari Eropa pada masa itu.

Ketertarikan akan citra alam Indonesia makin mengilhami masyarakat dunia untuk datang ke Tanah Air kita terutama setelah terbitnya novel Max Havelaar karya Multatuli pada tahun 1860. Sebut saja nama tokoh Franz Wilhem Junghun yang membuat foto-foto tentang tanaman Indonesia dan Isidore van Kinsbergen yang memotret seluruh benda kuno yang ada di Indonesia. Berbicara tentang fotografer pribumi pertama yang merekam citra Negeri Indonesia, tidak bisa lepas dari keberadaan seorang tokoh yang bernama Kassian Cephas. Sejak Cephas ditunjuk oleh Sultan Hamengkubuwono VII sebagai fotografer resmi keraton Yogjakarta, citra Negeri Indonesia yang eksotis seumpama tarian tradisional, upacara grebeg, situs-situs Hindu-Jawa kuno dan Candi Borobudur di Jawa Tengah pun menjadi jejak karyanya yang tak terlupakan. Hingga kini berjuta citraan dan imaji tentang Indonesia pun telah banyak menghiasi buku-buku yang diterbitkan di seantero jagat. Meskipun sangat ironis ketika kita sadar benar bahwa hampir semua foto-foto tentang citra Indonesia yang dibukukan dibuat oleh fotografer-fotografer asing.

Indonesia365 : “Negeri Merona Insan Mencitra”. Adalah sebuah program Pameran Fotografi yang digagas oleh sekelompok mahasiswa/i kreatif asal Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung bernama Arsitektur Foto (AF). Program ini merupakan salah satu rangkaian dari “Fotografi Untuk Bandung 200 Tahun”. Dengan Pameran Foto ini diharapkan agar citra fotografi dapat membantu untuk menyampaikan pesan dan membuka cakrawala Insan Indonesia tentang kecintaan terhadap Negeri. Sekitar 40 buah karya foto ditampilkan dalam Pameran Foto yang berlangsung dari tanggal 4 s/d 9 Desember 2009 di Gedung Indonesia Menggugat (GIM) Bandung. Karya foto yang dipamerkan pun dipilih berdasarkan dari dua buah proses kreatif, yaitu hasil sebuah penjurian (kompetisi fotografi) dan hasil sebuah kurasi foto.

Pameran Foto ini sebenarnya dapat merupakan sebuah pertanyaan besar tentang kekinian citra alam indonesia yang selalu memikat sekaligus menjadi misteri bagi bangsa kita. Dimana esensi fotografi yang merupakan sebuah cara melihat (the way of seeing) dari masing-masing individu dapat menjadi sebuah medium kontemplatif untuk menangkap citra alam Indonesia kini. Tentunya masing-masing pemotret memiliki genre fotografi tersendiri untuk membaca dan memaknai citra keindahan alam Indonesia dalam sebuah tema besar yang diusung oleh kawan-kawan Arsitektur Foto yaitu “Negeri Merona Insan Mencitra”. Dalam hal ini sudah semestinya kita perlu mengubah paradigma lama bahwa foto yang indah itu hanya mengacu kepada tampilan visual belaka. Saat ini perlu dibangun sebuah kesadaran kolektif bahwa pemaknaan karya foto yang indah dapat mengacu kepada sebuah isu, bobot dan kedalaman tertentu. Bahwasanya keindahan yang bermakna tersebut dapat memiliki sifat convulsive serta mampu mendobrak citraan klise ataupun citraan stereotipikal. Sehingga perspektif kita seolah-olah digiring untuk mampu melihat sebuah gambar maupun peristiwa sebagaimana kita membaca sebuah tanda. Dimana tanda tersebut terdiri dari Penanda, yakni obyek yang dilihat dan Petanda, yakni maknanya. Intinya adalah bagaimana secara cerdas kita dapat menyajikan kebaruan visual dan menjadi otonom melalui karya fotografi. Entah itu melalui berbagai simbolik dan konfigurasi yang menjadi bagian dari opini visual pemotret dalam proses merekam sebuah citra.

Susan Sontag pernah menulis kalimat ini dalam buku essay yang berjudul On Photography. “Nobody ever discovered ugliness through photographs. But many, through photographs, have discovered beauty”. Semoga suguhan Pameran Foto dengan sensibilitas visual yang dimiliki oleh masing-masing pemotret ini dapat menyiratkan segala yang indah tentang alam indonesia. Dengan harapan agar fotografi senantiasa hadir untuk terus dan terus menciptakan jejak bagi Negeri Indonesia yang kita cintai bersama. Atas nama peradaban cahaya. Dan keindahan. Dan kecintaan.

*Tulisan ini diberikan sebagai Kata Pengantar Pameran Foto “Negeri Merona Insan Mencitra” yang diadakan oleh Arsitektur Foto Universitas Katolik Parahyangan di Gedung Indonesia Menggugat (GIM) pada tanggal 4 s/d 9 Desember 2009.

Bandung, 17 November 2009

Written by Admin

January 24, 2010 at 6:26 am

Fotografi Yang Merekam Warisan Bangsa

leave a comment »

Teks : galih sedayu

Berbicara tentang keberadaan Bangsa Indonesia dalam kaitannya dengan sejarah perjalanan dan perkembangan warisan (budaya) bangsa, agaknya kehadiran seorang tokoh yang bernama Kassian Cephas (1844-1912) menjadi sangat penting. Sejarah pun mencatat bahwa Cephas adalah seorang fotografer pribumi pertama di Indonesia dan telah banyak mengabadikan momen-momen yang berkaitan dengan warisan bangsa. Sebut saja foto-foto tentang budaya jawa dalam buku yang berjudul In den Kedaton te Jogyakarta, foto-foto Candi Loro Jonggrang yang digunakan untuk kepentingan penelitian monumen kuno peninggalan zaman Hindu-Jawa dan foto-foto Candi Borobudur yang pada saat itu dasar tersembunyi candi tersebut baru saja ditemukan. Karya-karya foto Cephas pun kini menjadi jejak visual yang menjadi aset abadi bangsa kita.

Dengan melihat itu, agaknya sudah menjadi tanggung-jawab kita sebagai warga negara agar wajib memelihara serta menjaga segala warisan bangsa yang telah kita miliki sejak dulu kala. Dengan masuknya batik Indonesia dalam Daftar Representatif Budaya Tak Benda Warisan Manusia oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) yang diumumkan dalam siaran pers di portal UNESCO pada 30 September 2009 lalu merupakan salah satu prestasi yang patut kita banggakan. Batik pun menjadi bagian dari 76 seni dan tradisi dari 27 negara yang diakui UNESCO dalam daftar warisan budaya tak benda melalui keputusan komite 24 negara yang pada saat itu tengah bersidang di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Oleh karena itu, sudah layak dan sepantasnyalah isu-isu yang mencuatkan tentang keberadaan warisan bangsa Indonesia perlu terus dikumandangkan oleh kita yang mengaku sebagai keturunan Bangsa Indonesia.

Sebagai salah satu wujud kepedulian terhadap Warisan (Kebudayaan) Bangsa Indonesia, PT Pos Indonesia bekerjasama dengan Air Photography Communications mengadakan program fotografi yang diberi nama Pos Indonesia Photo Contest 2009 dengan tema “Melestarikan Warisan Bangsa Yang Terlupakan”.

Karena disiplin fotografi yang salah satunya fungsinya adalah pencitraan, kami meyakini bahwa fotografi merupakan sebuah media komunikasi yang tepat secara visual untuk dapat memberikan sebuah edukasi yang positif kepada masyarakat luas bahwa betapa penting untuk menjaga kelestarian budaya yang telah menjadi warisan bangsa kita. Program ini juga merupakan rangkaian dari program “Fotografi Untuk Bandung 200 Tahun” dan “Helarfest 2009”.

*Tulisan ini diberikan pada saat acara Press Conference program “Pos Indonesia Photo Contest 2009” pada tanggal 23 November 2009 di Café The Palm Bandung.

Bandung, 10 November 2009