I'LL FOLLOW THE SUN

Love, Light, Live by galih sedayu

Posts Tagged ‘fotografer pertama indonesia

Kassian Cephas : Sang Cahaya Sejarah Fotografi Tanah Air

with 6 comments

Teks : galih sedayu

Kassian Cephas. Tidak bisa dipungkiri bahwa nama besar tersebut erat kaitannya dengan keberadaan  dan identitas fotografi indonesia. Cephas banyak disebut sebagai pelopor pemotret pribumi yang pertama di indonesia. Terlahir dengan nama Kasihan di Kota Yogyakarta pada tanggal 15 Januari 1845, merupakan putra dari seorang ayah yang bernama Kartodrono dan seorang ibu yang bernama Minah. Tetapi beberapa literatur menyebutkan bahwa Cephas merupakan anak asli orang belanda yang bernama Frederik Bernard Franciscus Schalk dan lahir pada tanggal 15 Februari 1844. Setelah masuk kristen protestan dan dibaptis pada tanggal 27 Desember 1860 di sebuah gereja di Kota Purworejo, nama Kasihan berubah menjadi Kassian Cephas. Nama “Cephas” tersebut merupakan nama baptis yang sama artinya dengan Petrus dalam bahasa indonesia.

Cephas belajar fotografi untuk pertama kalinya kepada seorang fotografer dan pelukis yang bernama Isodore Van Kinsbergen di Jawa Tengah poda kurun waktu 1863-1875. Selain Kinsbergen, Cephas pun sempat berguru kepada Simon Willem Camerik, seorang fotografer dan pelukis yang kerap mendapatkan tugas memotret kraton Yogyakarta dari Sultan Hamengkubuwono VII. Pada tahun 1870 ketika Camerik meninggalkan Yogyakarta, Cephas diberi amanat oleh Sultan Hamengkubuwono VII sebagai fotografer dan pelukis resmi kraton Yogyakarta.  Karya foto pertama Cephas menggambarkan obyek Candi Borobudur yang dibuat pada tahun 1872.

Cephas memiliki sebuah studio foto di daerah Loji Kecil yang sekarang letaknya berada di Jalan Mayor Suryotomo dekat Sungai Code di Jawa Tengah. Cephas pun mempunyai seorang asisten foto yang bernama Damoen. Nama Cephas semakin bersinar ketika Isaac Groneman yaitu seorang dokter resmi sultan asal belanda memujinya di sebuah artikel yang ia tulis untuk untuk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Lembaga Kesenian dan Ilmu Pengetahuan Batavia) pada tahun 1884. Kemudian Cephas bergabung dengan sebuah perkumpulan yang didirikan oleh Isaac Groneman dan J.W. Ijzerman mendirikan Vereeniging voor Oudheid-, Land,- Taal- en Volskenkunde te Yogjakarta (Union for Archeology, Geography, Language and Etnography of Yogyakarta) pada tahun 1885 ( yang selanjutnya disebut Vereeniging voor Oudheid). Karir Cephas pun semakin meningkat ketika ia bergabung dengan perkumpulan tersebut. Terbukti ketika karya-karya foto Cephas masuk ke dalam dua buah buku yang dibuat oleh Isaac Groneman, In den Kedaton te Jogjakarta dan De garebeg’s te Ngayogyakarta dan diterbitkan oleh penerbit komersial Brill di kota Leiden pada tahun 1888. In den Kedaton berisi tulisan dan gambar collotypes tarian tradisional Jawa. Sedangkan De garebeg’s berisi tulisan dan gambar upacara Garebeg. Semua gambar foto collotype dibuat Chepas atas ijin dari Sultan Hamengkubuwono VII. Kompilasi karya Cephas pun kemudian dijadikan souvenir bagi kaum elit eropa yang akan pulang ke negaranya serta kaum pejabat baru belanda yang mulai bertugas di Kota Yogyakarta.

Pada tahun 1889-1890 Pemerintah Hindia Belanda menunjuk Cephas untuk membuat foto tentang situs-situs Hindu-Jawa Kuno di Jawa Tengah. Dimana Candi Borubudur merupakan salah satu obyek foto situs tersebut setelah penemuan dasar tersembunyi yang memuat relief Karmavibhanga pada tahun 1885 oleh J.W. Ijzerman. Setelah berakhirnya proyek pengangkatan relief Candi Borobudur di akhir tahun 1891, jumlah foto yang dihasilkan Chepas adalah 164 foto dasar tersembunyi, 160 foto relief dan 4 foto situs Borobudur. Pada saat yang bersamaan, Cephas memperoleh status gelijkgesteld met Europanen (sejajar dengan orang Eropa) untuk dirinya dan kedua anaknya, Sem dan Fares dari Pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1892 Chepas diangkat sebagai anggota luar biasa Lembaga Kesenian dan Ilmu Pengetahuan Batavia. Cephas pun pernah mendapat kesempatan untuk memotret kunjungan Raja Rama V (Chulalongkorn) dari Thailand ketika raja tersebut menyambangi Yogyakarta pada tahun 1896. Salah satu jejak karya Cephas yang lain adalah Buku Wajang orang Pregiwa yang dibuat oleh Sultan Hamengkubuwono VII untuk kemudian diberikan kepada Ratu Wilhelmina dan Pangeran Hendrik dari Mecklenburg-Schwerin sebagai hadiah pernikahan mereka berdua.

Pada saat Cephas berumur 60 tahun, beliau mulai pensiun dari bisnis fotografi yang digelutinya. Dimana Sem, putra Cephas lah yang meneruskan karirnya di dunia fotografi. Tanggal 16 November 1912 menjadi hari yang bersejarah. Kassian Cephas meninggal dunia setelah mengalami sakit yang berkepanjangan. Cephas dimakamkan di Kuburan Sasanalaya yang terletak antara pasar Beringharjo dan Loji kecil. Begitulah sekelumit episode singkat tentang kehidupan Kassian Cephas, seorang pahlawan fotografi indonesia yang menjadi legenda. Yang ironisnya kadang dilupakan oleh sebagian individu yang menyebut dirinya fotografer indonesia. Walaubagaimanapun nama Kassian Cephas harus terus tercatat di dalam lembaran sejarah fotografi indonesia. Seorang tokoh yang begitu banyak menghadirkan jejak karyanya seiring dengan sejarah perkembangan bangsa indonesia. Agar menjadi bagi kita sebuah kisah yang terus menyulut api semangat dan menanamkan pohon inspirasi tidak hanya bagi para pewarta cahaya melainkan juga bagi sebuah bangsa yang merdeka.

Bandung, 27 November 2010

Sumber Pustaka :

* Groeneveld, Anneke. (ed.). 1989. Toekang Potret100 Jaar Fotografie in Nederlandsch Indie 1839-1939. Amsterdam: Fragment.

* Knaap, Gerit. 1999. Chepas, Yogyakarta; Photography in the service of Sultan. Leiden: KITLV Press.

Kassian Cephas, 1905 (Courtesy P.Cephas)

Circa 1890. KITLV 40154; 11×16 cm ; albumen print

Tittle Page of De garebeg’s

Cover of the Wajang orang Pergiwa

copyright (c) writting by galih sedayu
all right reserved. no part of this pictures may be reproduced in any form or by any means, electronic or mechanical including photocopy, recording or any another information storage and retrieval system, without prior permission in writing from photographer.