Archive for September 2013
Drama Pembajakan Angkot Bandung
Teks & Foto : galih sedayu
Fakta bahwa Kota Bandung dengan jumlah penduduk yang telah mencapai sekitar 2,7 juta jiwa saat ini adalah nyata terjadi. Dan kemudian fakta lain yang mengungkapkan bahwa ada sekitar 200 ribu unit mobil ditambah 500 ribu unit sepeda motor yang digunakan oleh warga Bandung sebagai kendaraan pribadi adalah benar adanya. Dengan luas wilayah Kota Bandung yang hanya sekitar 167,30 kilometer persegi, fenomena “macet” adalah sebuah akibat yang memang harus kita tanggung sebagai konsekuensinya.
Belum lagi tercatat sekitar 70 ribu orang yang melancong ke Kota Bandung setiap minggunya. Atas nama sebuah budaya weekend (meski lebih tepat disebut sebagai budaya konsumtif), mereka pun sebagian besar membawa mobil pribadinya masuk ke jalan-jalan Kota Bandung. Dari mulai memanjakan mulut dengan menikmati wisata kuliner hingga berbondong-bondong untuk membelanjakan pundi-pundi yang dimilikinya di pusat-pusat keramaian kota kembang tersebut.
Melihat kenyataan ini, semua orang pasti akan bertanya-tanya bagaimana sebenarnya cara untuk mengatasi permasalahan kemacetan tersebut. Dan seperti biasa, akan selalu banyak jawaban yang muncul berupa himpunan solusi perihal pertanyaan tersebut. Meski kita tahu benar bahwa sangatlah jarang usulan solusi yang disertai dengan tindakan yang sunguh-sungguh nyata.
Tentunya teori ini sudah menjadi catatan kita bersama, bahwa salah satu cara untuk mengatasi macet yaitu dengan memanfaatkan moda transportasi umum. Dimana angkutan kota adalah salah satu obat penawar permasalahan kemacetan ini. Bila Kota Jakarta menyebut angkutan kota ini dengan panggilan mikrolet, Surabaya dengan bemo, Makassar dengan pete-pete, Medan dengan sudako, Samarinda dengan taksi, maka di Kota Bandung panggilan tersayangnya adalah angkot. Sungguh manisnya sebutan itu.
Namun sayangnya, citra angkot di Kota Bandung ini sangatlah mengenaskan. Sebanyak 5.521 angkot yang beroperasi di 38 jalur di Kota Bandung mencuatkan berbagai permasalahan. Umumnya para penumpang yang menggunakan angkot di Bandung mengeluhkan sejumlah masalah yang terjadi dari mulai supir angkot yang terlalu lama ngetem, supir angkot yang ugal-ugalan, supir angkot yang merokok, hingga supir angkot yang tidak ramah. Tak heran memang kemudian muncul berbagai sindiran kepada para supir angkot. Salah satunya berbunyi seperti ini, “Tuhan menciptakan manusia, setan dan supir angkot”. Meski demikian, sebenarnya tidak semua supir angkot memiliki citra negatif seperti itu. Masalah lain adalah tarif angkot yang terlalu mahal, fasilitas angkot yang kurang memadai, tidak ada tempat perhentian angkot yang teratur, dan lain sebagainya.
Untuk itulah Riset Indie sebagai salah satu stakeholder Kota Bandung yang mewakili semangat komunitas, menggagas sebuah program yang bernama Angkot Day. Bersama Bandung Creative City Forum (BCCF), Riset Indie mencanangkan sebuah hari dimana angkot gratis, tertib, aman, nyaman dan tidak ngetem. Angkot Day merupakan bagian dari sebuah proyek penelitian yang bertujuan untuk mencoba mencari alternatif model bisnis industri angkot yang lebih sustainable agar angkot bisa kembali berjalan baik sehingga mampu menjadi solusi permasalahan Urban Mobility di Kota Bandung. Program Angkot Day ini juga merupakan rangkaian Pre-Event menuju Design Action Bandung, sebuah workshop & konferensi internasional perihal Design Thinking yang akan diadakan oleh Bandung Creative City Forum (BCCF) pada tanggal 1-3 Oktober 2013 mendatang di Kota Bandung.
Pada program eksperimen Angkot Day ini, Riset Indie melakukan pengumpulan data melalui kuesioner dan survey kualitatif untuk kemudian diolah sehingga dapat ditindaklanjuti secara lebih permanen. Harapannya bahwa program ini dapat menularkan ide bahwa tatkala manajemen angkot dijalankan dengan baik & tepat, pada akhirnya mampu menghasilkan moda transportasi umum yang nyaman, aman, tertib dan menjadi solusi alternatif kemacetan lalu-lintas di Kota Bandung. Barangkali dalam bahasa sederhananya adalah sebentuk upaya meningkatkan derajat dan memberikan value bagi angkot di Kota Bandung.
Tepatnya tanggal 20 September 2013 dari pukul 7 pagi hingga pukul 7 malam, program Angkot Day ini digelar. Lebih kurang 200 unit angkot dengan jurusan kelapa – dago diberi stiker khusus program Angkot Day. Semua penumpang yang menggunakan angkot jurusan kelapa-dago pada hari itu digratiskan. Namun para penumpang diberikan syarat agar mereka harus tersenyum, ramah, memberhentikan angkot pada tempatnya dan mengisi kuesioner yang diberikan oleh panitia.
Pada hari itu pula, supir angkot diwajibkan untuk tidak mengetem, tidak boleh merokok, tidak boleh menyetir ugal-ugalan, serta mesti menghadirkan keramahan kepada para penumpang. Sebagai gantinya, biaya bensin, biaya setoran & biaya tarif angkot akan ditanggung oleh pihak penyelenggara yang baik hati.
Dukungan dari Pemerintah Kota Bandung terhadap program Angkot Day ini pun terlihat dengan jelas. Bahkan Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil ikut ambil bagian pada program ini dengan menjadi supir angkot secara suka rela. Alhasil momen langka ini menjadi pengalaman pertama baginya setelah menjabat menjadi pemimpin nomor satu di Kota Bandung, 4 hari setelah dirinya dilantik.
Mari kita tunggu, apakah program Angkot Day ini dapat menyentuh kesadaran bagi seluruh komponen Kota Bandung. Bahwa sesungguhnya kita harus mulai merajut asa dan menjalin mimpi demi perubahan Kota Bandung yang lebih sempurna. Bukan dengan mengeluh, bukan dengan mencaci, bukan dengan hujatan, melainkan dengan sebuah budaya mencari solusi. Mencintai kota adalah dengan menghamilkan solusi dan melahirkan tindakan nyata. Karena kita percaya akan Bandung. Dengan segala persekutuan, kebangkitan dan kebahagiaan yang diwujudkan bersama.
Bandung, 20 September 2013
copyright (c) 2013 by galih sedayu
all right reserved. no part of this writting & pictures may be reproduced in any form or by any means, electronic or mechanical, recording or any another information storage and retrieval system, without prior permission in writing from photographer.
Fiat Lux, Ridwan Kamil
Teks & Foto : galih sedayu
Kiranya selalu memberikan telinga
Kiranya selalu menjaga mulut
Kiranya selalu membukakan mata
Kiranya selalu melangkahkan kaki
Kiranya selalu mengulurkan tangan
Kiranya selalu mendinginkan kepala
Kiranya selalu membangkitkan badan
Kiranya selalu menenangkan hati
Kiranya selalu menguatkan jiwa
Kiranya selalu menuntun jalan
Kiranya selalu menempatkan kebenaran
Kiranya selalu menghadirkan damai
Kiranya selalu mencerminkan sederhana
Kiranya selalu menyembuhkan luka
Kiranya selalu menguduskan keadilan
Kiranya selalu memuliakan rakyat
Kiranya selalu mengutus persaudaraan
Kiranya selalu mengindahkan aturan
Kiranya selalu menyalipkan godaan
Kiranya selalu menjerat kezaliman
Kiranya selalu mempermandikan noda
Kiranya selalu menyanyikan pujian
Kiranya selalu menyempurnakan perbuatan
Kiranya selalu meraih pengetahuan
Kiranya selalu merajut asa
Kiranya selalu menjalin mimpi
Kiranya selalu mengucap syukur
Kiranya selalu membuang dengki
Kiranya selalu menghapus dosa
Kiranya selalu mengerti perbedaan
Kiranya selalu menumbuhkan semangat
Kiranya selalu menghamilkan perubahan
Kiranya selalu melahirkan kebaikan
Kiranya selalu menyediakan waktu
Kiranya selalu menambatkan cinta
Kiranya selalu membagikan ilmu
Kiranya selalu menggandeng sahabat
Kiranya selalu menggetarkan musuh
Kiranya selalu melompati tantangan
Kiranya selalu mengepakkan sayap
Kiranya selalu menghakimi kejahatan
Kiranya selalu meniadakan dusta
Kiranya selalu menabur benih
Kiranya selalu menanam manusia
Kiranya selalu membebaskan kemiskinan
Kiranya selalu mengendapkan sepi
Kiranya selalu menggembalakan keberagaman
Kiranya selalu mentahbiskan tindakan
Kiranya selalu mengalirkan kekuatan
Kiranya selalu menjurukan keselamatan
Kiranya selalu mewartakan harapan
Kiranya selalu mengikuti cahaya
Kiranya selalu menerangi kota…
Bandung, 16 September 2013
copyright (c) 2013 by galih sedayu
all right reserved. no part of this writting & pictures may be reproduced in any form or by any means, electronic or mechanical, recording or any another information storage and retrieval system, without prior permission in writing from photographer.