Archive for June 2014
Kado Sederhana Dari Bandung Untuk Jokowi
Teks & Foto : galih sedayu
“Kehadiran kita di sini membuktikan bahwa masih banyak orang Indonesia yang tidak bisa dibeli”
– anies baswedan –
Suara yang lantang dan berapi-api keluar dari mulut seorang Wawan Sofwan yang membacakan pidato revolusi mental dengan meniru busana dan gaya berbicara khas ala presiden soekarno. Alunan bunyi harmonika ditiup dari batin Hari Pochang yang berkolaborasi dengan bunyi gitar & alat musik tiup tradisional sehingga menghadirkan harmoni musik blues. Cetar!!! Tongkat pecut milik kesenian reak mengeluarkan getaran suara kerasnya ketika talinya menghujam tubuh Tisna Sanjaya sebelum ia kemudian melukis di atas kanvas putih dengan menggunakan pecut tersebut sebagai kuasnya yang agung. Sementara kemeriahan sederhana datang dari penampilan kesenian reak, wayang golek, keroncong merah-putih dan monolog. Berbagai ekspresi seni & budaya tersebut ditampilkan sebagai bentuk dukungan moral bagi kemenangan jokowi yang akan berlaga pada tanggal 9 juli 2014 nanti. Hutan kota dunia babakan siliwangi menjadi saksi dari energi, kekompakan dan doa yang diberikan oleh para relawan jokowi tersebut di kota bandung. Sebanyak 53 lukisan dari para seniman kota bandung disuguhkan sebagai kado kecil untuk jokowi pada gelaran “seni rupa dua jari” yang dilaksanakan pada hari sabtu tanggal 21 juni 2014, bertepatan dengan hari jadi capres bernomor urut dua tersebut yang juga genap berusia 53 tahun. Menurut Tisna Sanjaya, karya lukisan yang diberikan kepada jokowi tersebut bersifat sublim, metafor dan simbolik. Nilai-nilai revolusi budaya, spiritual, kearifan lokal & semangat masa kini menjadi muatan dan isu yang diangkat dari gerakan & kesadaran bersama yang dihadiri oleh para pegiat kota bandung seperti Tisna Sanjaya, Ipong Witono, Aat Soeratin, Andar Manik, Isa Perkasa, Wawan Sofwan, Hari Pochang, Rahmat Jabaril, Deden Sambas, Gustaff H Iskandar, Wawan Setiawan Husin, Fiki Satari, Dwinita Larasati, dan masih banyak lagi. Sesungguhnya, apa yang dilihat oleh mata pada peristiwa ini adalah sebuah rahmat persaudaraan untuk mendukung capres pilihannya dengan cara budaya yang kreatif tanpa harus menggunakan kampanye hitam atau cara yang tidak terpuji. Sehingga menjadi inspirasi untuk menggarami kedamaian, kerukunan dan ketentraman dalam menentukan pemimpin indonesia kini & masa mendatang.
Bandung, 21 Juni 2014
*Kompilasi artikel berita
tempo.co >> http://bit.ly/1ntplfz
kompas.com >> http://bit.ly/UuSA9F
metrotvnews.com >> http://bit.ly/1pyKND1
klik-galamedia.com >> http://bit.ly/1uS5REc
detik.com >> http://bit.ly/1ilmpEG
merdeka.com >> http://bit.ly/1iwzpa9
tribunnew.com >> http://bit.ly/1nW39fQ
solusinews.com >> http://bit.ly/T0SMvK
republika.co.id >> http://bit.ly/1ilmZCa
antara.news.com >> http://bit.ly/1qrAIHw
suara.com >> http://bit.ly/1yzBqap
nefosnews >> http://bit.ly/1ntQ0re
liputan6.com >> http://bit.ly/1p5nWBk
copyright (c) 2014 by galih sedayu
all right reserved. no part of this pictures may be reproduced in any form or by any means, electronic or mechanical including photocopy, recording or any another information storage and retrieval system, without prior permission in writing from photographer.
Pandangan Pertama Di Negeri Matahari Terbit
Teks & Foto : galih sedayu
Imej jepang sebagai bangsa penjajah barangkali memang masih melekat bagi sebagian rakyat indonesia. Namun citra itu sudah sepantasnya lah kita hapus, karena jepang kini bukanlah jepang yang dulu lagi. Bahkan kita sebagai negara berkembang sudah semestinya berguru kepada negara yang lebih maju tersebut, baik dari sisi teknologi, pendidikan dan ekonomi. Saat ini, jepang menjadi kota industri yang memiliki teknologi tinggi baik di bidang transportasi, telekomunikasi, konstruksi, otomotif, elektronik, dan lain sebagainya. Banyak pengamat ekonomi yang mengatakan bahwa jepang merupakan salah satu negara yang akan mendominasi dunia di masa yang akan datang. Apalagi kini jepang merupakan pengekspor budaya pop yang terbesar di asia dari mulai anime, manga, fashion, film, video & musik. Bagi orang awam sekalipun, sesungguhnya jepang akan dinilai sebagai sebuah bangsa yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai disiplin. Dari mulai disiplin bekerja, disiplin berlalu-lintas, disiplin masalah kebersihan, disiplin menjaga budaya tradisional dan masih banyak lagi. Kaum pria dan wanita ditempatkan secara egaliter. Kaum pedestrian sangat dihormati dan menjadi raja di jalan raya. Kota-kotanya bersih, tertib dan teratur. Toleransi beragama sangat tinggi. Komunitas kreatif diberikan ruang sehingga tumbuh dan berkembang dengan pesat. Taman-taman kota dirawat, dijaga dan selalu dikunjungi warganya. Dengan melihat jepang, seharusnya kita dapat bercermin pada kebaikan & kehidupan positif yang dihadirkannya. Namun, kita mesti ingat. “You can not hang out with negative people and expext to live a positive life”.
Jepang, Tokyo & Hamamatsu, 9-12 Juni 2014
Atmosfir ibu kota jepang dilihat dari menara tokyo dengan ketinggian mencapai 250 meter – tokyo, jepang
kuil zojoji dengan latar belakang menara tokyo – tokyo, jepang
pemandangan di bawah menara tokyo yang dilihat melalui ‘lookdown window’ – tokyo, jepang
suasana pagi hari di shiba, minato-ku, diambil dari jembatan di depan hotel celestine – tokyo, jepang
kuil hamamatsu yang dibangun pada tahun 1532 oleh imagawa sadatsuke dari dinasti imagawa – hamamatsu, jepang
‘act tower’, bangunan pencakar langit dengan tinggi 213 meter yang meniru bentuk harmonika – hamamatsu, jepang
kawasan ‘red district’ di kota hamamatsu pada malam hari – hamamatsu, jepang
pejalan kaki di shiba, minato-ku, tokyo pada suatu pagi yang cerah – tokyo, jepang
seorang pengunjung sedang menikmati pameran foto yang berada di dalam gedung menara tokyo – tokyo, jepang
para penghuni jalan raya di shiba, minato-ku – tokyo, jepang
seorang pekerja wanita tengah membersihkan kaca di menara tokyo yang tingginya 250 meter – tokyo, jepang
warga yang menunggu giliran untuk menyebrang – roppongi, jepang
disiplin bagi para pejalan kaki adalah salah satu ciri khas orang jepang – tokyo, jepang
warga jepang yang tengah istirahat & menikmati ‘street furniture’ di depan museum fuji film – roppongi, jepang
seorang pemusik yang bersuara merdu tengah menghibur orang-orang di depan ‘japan railway (jr) hamamatsu station’ – hamamatsu, jepang
seorang perempuan menutupi wajahnya yang kepanasan karna cuaca yang sangat terik di sore hari – hamamatsu , jepang
sepasang muda mudi tengah menikmati sore di taman yang luas yang berada di depan kuil hamatsu – hamamatsu, jepang
sekelompok pemusik tengah menghibur para tamu hotel yang tengah menikmati makan siang – hamamatsu , jepang
seorang anak muda yang mengendarai sepeda bmx tengah melakukan atraksi di sebuah kawasan pertokoan – hamamatsu, jepang
sebuah kuil yang terletak di kawasan ‘red district’ – hamamatsu, jepang
para pelajar & pekerja yang baru pulang malam – hamamatsu, jepang
copyright (c) 2014 by galih sedayu
all right reserved. no part of this pictures may be reproduced in any form or by any means, electronic or mechanical including photocopy, recording or any another information storage and retrieval system, without prior permission in writing from photographer.
Senandung Pagi Pedestrian Tokyo
Teks & Foto : galih sedayu
Umumnya kota-kota besar di dunia selalu identik dengan berbagai problematika yang menyangkut isu mobilitas urban seperti kemacetan lalu lintas, kepadatan kendaraan bermotor, polusi udara, trotoar yang sempit, suara bising klakson dan ketidaknyamanan bagi pejalan kaki. Namun ternyata, berbagai cap tersebut tidaklah berlaku di kota tokyo yang didaulat menjadi ibu kota negara jepang tersebut. Suatu pagi saya berkesempatan untuk berjalan kaki di sekitar area shiba & roppongi di kota tokyo. Kebetulan cuaca pagi di kota yang dihuni oleh sekitar 12 juta penduduk tersebut sangatlah cerah kala itu. Mentari bersinar dengan senyumnya yang lebar dan kota tokyo pun menjadi terang dalam keseharian. Bersih, disiplin, tertib, nyaman dan aman. Hanya itulah kata-kata yang dapat terucap ketika saya mengalami menjadi seorang pedestrian dan merasakan sendiri atmosfir kota tokyo di pagi hari. Tak terlihat sampah yang berserakan, tak terlihat polisi yang lalu-lalang, tak terlihat banyaknya pengguna kendaraan pribadi. Tak terdengar pula bunyi klakson kendaraan bermotor, tak terdengar pula suara para pedagang liar, tak terdengar pula teriakan orang-orang di jalan. Yang saya rasakan saat itu bagaikan mendengarkan lantunan sebuah lagu berirama merdu di pagi hari yang ceria. Sungguh takjub rasanya ketika mengetahui bahwa kaum pejalan kaki mendapat tempat yang paling terhormat di sana. Disusul kemudian pengguna sepeda. Dan terakhir pemakai kendaraan bermotor. Hanya ada satu mimpi setelah melihat ini semua. Merindu bandung seperti tokyo, suatu saat nanti. Bagaimana caranya? Wartakanlah budaya ini kepada anak-anak dan ajarilah mereka.
Jepang, Tokyo, 9 Juni 2014
copyright (c) 2014 by galih sedayu
all right reserved. no part of this pictures may be reproduced in any form or by any means, electronic or mechanical including photocopy, recording or any another information storage and retrieval system, without prior permission in writing from photographer.