Bentuk-Bentuk Pencitraan Dalam Fotografi
Teks : galih sedayu
Tidak dapat dipungkiri bahwa sejak fotografi ditemukan di jagat raya ini pada tahun 1839, bentuk pencintraan yang dihasilkannya melalui visual foto begitu banyak memberikan kontribusi terutama bagi pencatatan sejarah yang mengukir kehidupan umat manusia. Sebuah karya foto apapun menjadi sebuah pengikat komunikasi bagi setiap orang yang melihatnya entah itu foto yang menghiasi berita surat kabar, iklan, museum atau sekedar menjadi elemen estetis dinding sebuah kamar. Bahkan seseorang yang sudah tidak hidup lagi pun seolah-olah menjadi hidup kembali (atau mencoba dihidupkan) melalui sebuah foto. Misalnya saja foto vokalis legendaris John Lennon dari grup musik The Beatles, foto seorang tokoh pemberontak sekaligus pejuang dari Cuba Che Guevara, foto seorang pemimpin nazi asal jerman Adolf Hitler, dan foto artis kontroversial di Holywood Marlyn Monroe selalu saja menjadi langganan semua media cetak di dunia meski mereka semua telah tiada.
Agaknya foto dapat menjadi sebuah media perantara bagi yang melihat tentunya, sehingga muncul sebuah bentuk komunikasi melalui pesan yang ingin disampaikannya. Baik itu foto yang berdiri sendiri maupun foto yang dikombinasikan dengan elemen-elemen lainnya. Simak saja iklan-iklan cetak produsen rokok Marlboro yang selalu menggunakan foto seorang Cowboy dan Landscapes dunia country dalam mempromosikan produknya. Lalu kampanye bingkai merah majalah Time pada setiap fotonya, yang merupakan contoh menarik sebuah kekuatan emosi ikonografi untuk menghubungkan sebuah merk dengan target pasar yang ingin dibidiknya. Atau imej Kolonel Sanders yang merupakan pendiri Kentucky Fried Chicken, tak luput berasal dari sebuah foto yang kemudian diolah secara grafis.
Karena sejatinya sebuah foto adalah cermin visual dari sebuah benda, mahluk dan peristiwa maka dari itu fungsinya dapat diaplikasikan ke dalam beragam aspek dalam kehidupan. Fotografi sebagai alat komunikasi visual dapat memiliki fungsi sebagai foto dokumentasi, merekam sejarah dan peristiwa aktual, media kampanye, media iklan (advertising), media publikasi dan untuk kebutuhan dunia jurnalistik. Tapi yang lebih menarik lagi adalah bahwa sebenarnya fotografi dapat berfungsi sebagai ajang kreativitas dalam konteks yang lebih dirasakan oleh masyarakat. Hanya saja masih belum (banyak) yang menyadari bahwa sebuah citra kreatif dapat ditimbulkan oleh fotografi. Apalagi dewasa ini gelombang ekonomi kreatif menjadi isu yang sangat nyata dan berkembang di Negara Indonesia. Oleh karena itu, mari kita bergerak dan menghasilkan kreativitas melalui fotografi.
Bandung, 23 Januari 2010
Leave a Reply