I'LL FOLLOW THE SUN

Love, Light, Live by galih sedayu

Posts Tagged ‘christine listya

Surat Ulang Tahun Untuk Christine Listya

leave a comment »

img_5993_blog

1 Desember 2016

Dear…

Desember menyapaku lagi. Tentunya aku langsung teringat akan dirimu yang sekarang tengah berulang tahun meski tak lagi hidup di bumi. Aku mengucap syukur kepada Sang Semesta karena genap dirimu menginjak usia yang ke-29 tahun tepat hari ini, meski kini engkau berada di ruang & waktu yang abadi. 1 Desember 2016. Dear, panjang umur serta mulia teruntuk dirimu di Surga. Aku percaya akan waktu yang tak pernah berhenti & aku yakin akan waktu tak pernah berakhir. Karenanya aku akan selalu mengingat & menghitung umurmu meski ragamu tak lagi di sini. Tentunya dengan jutaan untaian doa yang tak kan pernah bosan aku kirimkan ke atas langit.

Kedua putrimu Eufra & Thalia semakin tumbuh menyenangkan. Eufra sekarang sudah bisa berdiri sendiri meski harus bersender pada sofa hitam favoritmu dulu. Seperti biasa, Eufra selalu ceria ketika menjalani kesehariannya, selalu lahap ketika menyantap makanannya, selalu bersuka cita ketika menjalani ritual mandinya, serta selalu membuka mulut ketika mengalami tidurnya. Untuk kebiasaan yang terakhir itu, aku sangat tau darimana Eufra mendapatkannya. Namun aku tidak menyalahkanmu ya dear. Qeqeqe. Mamaku kini menjadi pengasuh Eufra. Bersyukur Eufra memiliki Eyang yang masih diberikan kekuatan & kesehatan yang berlimpah untuk membantu mengurus Eufra sehari-hari.

Thalia pun sekarang telah punya banyak kebisaan. Thalia mulai belajar berjalan meski masih tertatih-tatih. Tapi Thalia pasti akan mengajak berlari bila aku memegang kedua tangannya dan mulai memapahnya. Sembari mengeluarkan bunyi-bunyi asing yang keluar dari mulutnya yang mungil itu sebagai tanda bahwa ia sangat bergembira dan antusias bila diajak berjalan. Makanan apapun dilahapnya. Beruntung Thalia menyukai segala jenis makanan termasuk buah & sayur-sayuran. Berkat April yang baik, yang juga menjadi mami Thalia, asinya tak pernah berkurang hingga kini. Terhitung ada sekitar 8 orang ibu yang menjadi donor asi bagi Thalia. Dalam hal ini, aku percaya bahwa kasih dirimu hadir yang menjelma dalam bentuk air kehidupan seperti yang ditunjukkan oleh asupan asi yang berlimpah kepada Thalia. Belum lagi cinta & perhatian yang ditunjukkan oleh kedua orang tuamu yang kini menjadi nenek & kakek dari Thalia. Berkat mereka pula lah, Thalia tumbuh menjadi anak yang manis, lucu & sangat menggemaskan.

Tetaplah hadir selalu untukku & keluarga kita ya dear. Meski jarak engkau jauh, namun aku percaya hati kita selalu dekat. Sentuhlah selalu melalui mimpi, rasa & pikiran yang aku miliki. Sebagaimana yang memang telah dirimu tunjukkan kepadaku sebelumnya. Lafalkanlah kiranya doamu yang paling mujarab itu kepada kita semua. Deus Providebit. Tuhan Akan Mencukupkan. Dan aku tau bahwa bahwa dengan begitu aku akan baik-baik saja beserta keluarga kita. Dan aku akan tetap menyalakan lilin bagi dirimu yang berada di alam fana, agar kegelapan tak menghantuimu, agar terang selalu menyertai jalanmu. Peluk cium teruntuk dirimu wahai cintaku yang sangat kukasihi sepanjang masa. Juga untuk Cilla anak kita yang menemanimu di sana. Dear, aku akan selalu tersenyum untukmu untuk menutupi rasa rindu ini kepadamu. Kupu-kupu cintaku, terbanglah selalu bersama angin dan tiupkan lah harum semerbak dirimu. Selamat ulang tahun dear. I love you.

– galih sedayu

— 

1 Desember 2014

“You don’t love someone for their looks, or their clothes, or for their fancy car, but because they sing a song only you can hear.” – Oscar Wilde –

Bapa kami sang mahahidup, perkenankanlah ku mengucap syukur atas segala cinta dan damai yang kerap Engkau hadirkan dalam diri istriku tercinta Christine Listya Sedayu. Terlebih lagi karena Engkau memberikan waktu yang teramat istimewa baginya pada hari ini, karena tepat tanggal 1 Desember 2014, ia boleh Engkau berikan secercah kesempatan untuk dapat merayakan hari lahirnya yang kini genap berusia 27 tahun. Ku bersyukur kepada-Mu karena kelahiran dan hidup seorang Christine Listya, menjadikanku sebagai seorang suami, sahabat, dan ayah yang belajar untuk terus mendampinginya dalam dukalara & sukacita semesta.

Terima kasih, ya Bapa, atas penyertaan-Mu sepanjang perjalanan hidupnya. Yang selalu membesarkan hatinya untuk melahirkan kedua putri kami tersayang, Ancilla Trima Sedayu (Alm) dan Eufrasia Tara Sedayu. Yang selalu menguatkan jiwanya untuk menjadi seorang ibu luar biasa bagi keluarga kami. Yang selalu memeluk raganya untuk mengasihiku dengan laku dan dekapan surgawi.

Bebaskanlah ia dari godaan dan bujuk rayu yang sesat. Bebaskanlah ia dari pikiran yang kurang syukur. Bebaskanlah ia dari ucap yang tak semestinya menjadi kata. Agar kiranya ia tak kan pernah terpisah dari-Mu, dariku dan dari anak-anak kami. Karena ku yakin ialah sumber kelembutan, kehangatan, dan keceriaan yang mewarnai hari-hari kami sepanjang masa, hingga tata surya ini berhenti berputar.

Dekatkanlah ia dengan segala kebijaksanaan. Dekatkanlah ia dengan segala kedewasaan. Dekatkanlah ia dengan segala kemuliaan. Sebab hanya kepada kasih, kami selalu percaya. Jadilah kitab pengetahuan baginya, agar ia memiliki ilmu yang menebar. Jadilah terang mentari baginya, agar ia memiliki cahaya yang menyinari. Jadilah gunung batu baginya, agar ia memiliki kekuatan yang tetap tegar meski diterpa gelombang.

Percayalah cintaku terkasih, hidup kita memang telah menjadi sabda-Nya. Dari awalpun tanda-tanda itu telah ditakdirkan oleh-Nya. Bersamamu, rejeki hidup akan selalu mengalir. Bersamamu, kesederhanaan akan mampu memberikan kekayaan hati. Bersamamu, anak-anak kita akan tumbuh dalam kebahagiaan abadi.

Panjang umur serta mulia teruntuk mu yang selalu menjadi pantaiku, gunungku, sungaiku, hutanku, dan alam hidupku yang begitu indah. Kiranya kita tetap bergandengan tangan, tetap berpeluk mesra, dan tetap bercumbu indah.

For my sunshine christine listya, happy birth day…

I hope you always find a reason to smile, and I hope I can always be that reason.

I love you, dear…

– galih sedayu

Written by Admin

December 1, 2016 at 1:58 am

Posted in Uncategorized

Tagged with ,

Estafet Kehidupan Dari Seorang Bunda Rahim | My Personal Book Project : Deus Providebit

leave a comment »

 

oleh galih sedayu

Sebab Segala Sesuatu Adalah MilikMu”

Desember itu akhirnya datang dan menyapa. Bulan dimana seharusnya aku merayakan segala kesukacitaan dalam hidup, dari mulai hari ulang tahun istri tercinta, momen keceriaan natal dan masa kelahiran buah hati yang telah lama dinantikan. Namun ternyata di bulan yang penuh kasih ini, Sang Maha Pengatur telah memiliki rencana lain yang penuh misteri. Di penghujung bulan desember, tepatnya tanggal 23 Desember 2015, tatkala mentari pagi tengah hangat bersinar, aku dihadapkan kepada sebuah realita yang sangat teramat pahit. Christine Listya, istriku terkasih telah dipanggil oleh Maha Kuasa dan berpulang ke pangkuan Sang Ilahi. Oh Tuhan…Tya. Ia wafat setelah berjuang dan berhasil mengantarkan bayi yang dikandungnya selama 9 bulan ke bumi ini.

Sebelumnya pada malam tanggal 21 desember 2015, aku mengantar Tya pergi ke dokter untuk memeriksakan kandungannya. Setelah diperiksa, saat itu dokter menyatakan bahwa plasenta bayi yang dikandung Tya telah mengalami perkapuran dan sebagian air ketubannya telah keruh. Karena usia kehamilan Tya telah mencapai 9 bulan, maka dokter menyatakan bahwa ia harus segera melahirkan. Namun karena Tya menginginkan proses persalinan secara normal, dokter akhirnya memberikan proses induksi terlebih dahulu untuk menstimulan kontraksi. Bertepatan dengan hari ibu, yaitu pada tanggal 22 Desember 2015, aku kembali mengantar Tya ke rumah sakit untuk melakukan proses induksi. Ternyata proses induksi yang pertama tidak membuat Tya kontraksi sehingga dokter berencana untuk melakukan proses induksi yang kedua. Atas saran dokter, Tya diminta untuk beristirahat dan menginap semalam di rumah sakit sebelum dilakukan proses induksi yang kedua. Pada saat subuh tanggal 23 Desember 2015, dokter kembali memeriksa kandungan Tya. Namun setelah diperiksa, dokter menyatakan denyut jantung bayinya tidak stabil, sehingga dokter tidak berani mengambil resiko untuk melakukan proses induksi selanjutnya. Dan seketika itu pula dokter memutuskan untuk melakukan proses persalinan secara cepat atau operasi caesar.

Operasi caesar dilakukan sekitar pukul enam pagi. Karena tidak diperkenankan masuk ke ruang operasi, akhirnya aku menunggu di luar ruangan. Sekitar pukul setengah tujuh pagi, aku mendapatkan kabar baik bahwa buah cinta kami telah lahir ke dunia dengan sehat dan selamat. Aku masih ingat ketika itu seorang petugas rumah sakit memanggilku untuk menunggu di depan pintu ruangan operasi bersalin. Tak lama kemudian, dokter anak kami beserta dua orang suster datang menghampiriku. Setelah mengucapkan selamat dan memperlihatkan bayi kami yang tengah dipangku oleh suster, dokter anak kami memberikan kabar bahwa bayi kami tersebut lahir dengan berat 3270 gram, panjang tubuhnya 50 cm serta memiliki tangisan yang keras. Bayi kami tercatat lahir pada pukul 06.26 pagi. Aku pun mengucap syukur seraya berdoa atas anugerah yang kami dapatkan. Setelah itu aku diminta untuk kembali menunggu di luar ruang operasi. Sepeminuman teh pun berlalu.

Sekitar pukul tujuh pagi, aku kembali dipanggil oleh petugas rumah sakit. Di dalam ruangan, dari kejauhan aku melihat dokter kandungan kami tengah menangis dan mengulurkan kedua tangannya kepadaku sembari berkata “Pak, mohon maaf istrinya tidak dapat diselamatkan. Istri bapak meninggal dunia. Setelah melahirkan anak bapak, beberapa menit kemudian istri bapak batuk dan tiba-tiba tubuhnya membiru. Saya tidak tahu mengapa ini bisa terjadi”. Kira-kira seperti itulah kalimat yang dikatakan oleh dokter kepadaku. Belakangan hari pihak rumah sakit menduga bahwa kematian Tya barangkali disebabkan karena emboli yakni air ketuban yang masuk ke pembuluh darah dan menyumbat kerja jantung. Aku langsung tersentak, rasanya seperti disambar petir di siang hari bolong. Aku pun menunduk dan rasanya tak kuat menopang tubuh yang tiba-tiba lemas dan lunglai. Setelah itu, seorang suster memberi kabar bahwa ada respon kecil dan denyut nadi yang muncul dari Tya. Kontan saja setelah mendapat kabar itu, semua tim dokter kembali bekerja untuk melakukan tindakan demi menyelamatkan nyawanya. Dari ruang operasi yang berada di lantai dua rumah sakit, kemudian Tya dibawa ke ruang ICU yang berada di lantai tiga. Berkali-kali Tya diberikan kejut listrik dengan menggunakan DC Shock atau Defibrillator, dengan harapan agar detak jantungnya kembali teratur.

Meski manusia sudah berusaha, namun apa daya bila Tuhan punya kehendak lain. Setelah dokter menyatakan sebanyak 3 kali berturut-turut bahwa istriku Tya telah meninggal namun kemudian dinyatakan kembali bahwa masih ada denyut nadi, akhirnya aku pun menghampiri istriku Tya untuk kemudian memeluknya dan berdoa agar diberikan yang terbaik sesuai kehendak Sang Penentu Takdir. Baru setelah itu, Tya dinyatakan benar-benar meninggal oleh dokter dan denyut jantungnya pun berhenti berdetak. Istriku terkasih telah pergi ke pangkuan Sang Khalik dengan tenang. Aku mendekapnya dengan erat dan air mataku pun bergelinang deras.

Oh Tuhan…ia kini milik-Mu. Aku harus menerima kenyataan bahwa kekasihku yang menjadi pasangan hidupku kini kembali pada-Mu. Benar rupanya seperti yang tertulis dalam kitab suci. “Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan” (Roma 14:8)

Morituri te salutant, Mereka yang akan mati memberi salam padamu”

Setelah kepergian sang istri, aku banyak mendapatkan pertanyaan baik dari keluarga maupun dari para sahabat bahwa apakah aku memiliki firasat sebelumnya. Saat itu, aku menjawab bahwa tidak ada firasat sedikitpun mengenai kejadian yang mengenaskan ini. Namun kemudian aku berusaha memutar kembali ingatan dan akhirnya menemukan bahwa barangkali firasat itu memang ada namun mungkin tidak kurasakan. Kadang aku bertanya mengapa Tya sepertinya ingin melakukan semuanya sendirian dalam berumah tangga. Dari mulai mencuci dan menyetrika pakaian, membersihkan rumah, memasak makanan, hingga mengasuh anak kami Eufrasia Tara Sedayu. Tya sama sekali tidak mau mempekerjakan pembantu rumah tangga ataupun seorang baby siter meski kami mampu membiayainya. Barangkali jawabannya adalah Tya sangat menyadari bahwa waktunya sangat sedikit.

Di sisa hidupnya, ia sepertinya ingin memberikan yang terbaik segala apa yang dapat dilakukan demi mencurahkan cinta kasihnya kepada anak, suami, keluarga serta para sahabatnya. Pada masa kehamilannya mencapai usia 7 bulan, ia sangat ingin menyapa keluarga dan para sahabatnya dengan segala perhatian lebih yang ditunjukkannya. Hampir setiap malam ia sering berkunjung ke rumah orang tuanya sendirian meski hanya sekedar mampir untuk membuka kulkas ataupun sambil bercerita singkat. Ia pun sempat memaksa pergi ke bali untuk menghadiri pernikahan salah seorang keluarga kami di sana meski sebelumnya sudah dilarang. Belum lagi ia banyak menghadiri acara pertemuan dan pernikahan para sahabatnya yang ada di bandung dan juga mengunjungi para sahabatnya yang berada di luar kota meski sekedar berjumpa singkat.

Pernah suatu saat ketika kami berada di dapur bersama, Tya sempat berkata seperti ini kepadaku, “Mas, mbok yah mulai belajar masak makanan eufra. Nanti kalau aku ga ada gimana?”. Tentunya saat itu aku hanya berpikir bahwa ucapan seperti itu hanya biasa saja. Sehari sebelum kami berangkat ke rumah sakit, Tya pun sempat mengucapkan hal ini kepadaku sembari membuka lemari pakaian anak-anak, “Mas, kalau nanti ada apa-apa, di dalam lemari ini ada perlengkapan mandi dan popok untuk balu yah”. Balu adalah nama panggilan yang diberikan untuk bayi kami yang masih berada di dalam kandungan kala itu. Ternyata ia memang sudah mempersiapkan semua kebutuhan anak-anaknya dengan baik.

Sekitar sebulan sebelum Tya melahirkan, pada suatu malam di ranjang tempat kami beristirahat, tiba-tiba aku melihatnya meneteskan air mata sambil memandang kosong ke arahku. Aku pun bertanya kepadanya mengapa ia menangis. Namun ia tidak berkata sepatah katapun selain menunjukkan wajahnya yang sedang bersedih entah kenapa. Setelah itu yang bisa aku lakukan hanya memeluknya dan segera menyeka air matanya. Belakangan aku sadari bahwa barangkali saat itu ia ingin mengucapkan selamat tinggal melalui tangisan dan pandangan kosongnya. Entahlah…hanya Tuhan yang tahu pastinya.

Sebenarnya sejak dulu, aku sering diberikan mimpi sebelum mengalami kejadian yang berpengaruh dalam hidup. Entah itu kebetulan atau tidak, namun cerita mimpi yang aku alami selalu menjadi bagian dari kejadian hidupku. Seminggu sebelum kepergian Tya, seperti biasa aku pun mengalami mimpi yang masih menjadi misteri. Dalam mimpi itu aku tengah menggendong seorang bayi yang mungil. Lalu sekonyong-konyong dari atas langit muncul seberkas sinar putih yang menyilaukan mata dan kemudian bersinar menerangi wajah bayi yang sedang aku pangku. Saat itu aku masih tidak tau apa sebenarnya arti mimpi tersebut. Bahkan setelah Tya menanyakan apakah aku pernah bermimpi sesuatu, aku pun menceritakan kepadanya perihal mimpi tersebut. Belakangan aku mencoba menafsirkan mimpi tersebut, barangkali sinar tersebut adalah roh sang ibu yang menitis kepada sang bayi, sekaligus berkat roh kudus yang mengambil nyawa sang ibu demi melanjutkan kehidupan sang bayi. Sekali lagi, aku tidak tahu pasti…semua itu tentunya sebuah misteri Ilahi tersendiri. Bukankah itu di luar kuasa manusia?

Kedatanganmu dalam hidupku begitu cepat, sama seperti kepergianmu”

Tahun 2009 aku bertemu dengan Christine Listya Budhi Wijayanti Salasa, anak kedua dari pasangan orang tua yang sangat luar biasa, Nicodemus Wahyudi Salasa & Cecilia Shierly Ekawati Susila. First of May, pada tahun 2010 aku menikah dengannya. Segala peristiwa suka duka yang kami alami dan lalui bagaikan takdir yang tak bisa dihindarkan. Namun kami berdua tetap menjalani semuanya dengan sepenuh hati. Dari mulai kehilangan anak kembar kami yang pertama Ancilla Trima Sedayu sehari setelah dilahirkan, dirawatnya anak kembar kami yang kedua Eufrasia Tara Sedayu yang hidup dalam inkubator selama 3 bulan lamanya di rumah sakit karena prematur, hingga membesarkan eufra anak kami yang sangat spesial itu. Namun ternyata tahun 2015 adalah akhir perjalanan hidup kami bersama. Sungguh, aku hanya diberikan waktu 6 tahun untuk menyadari bahwa ia adalah seorang gadis yang memberi kehangatan bagiku untuk tetap hidup, bahwa ia adalah seorang ibu yang memberi kasih bagiku dan keluarga untuk tetap bersyukur, bahwa ia adalah seorang malaikat yang memberi sayap bagiku dan keluarga untuk tetap terbang. Hanya kebaikan lah yang selalu dapat ku wartakan perihal dirinya. Paras yang cantik, pribadi yang sangat perhatian, sosok yang selalu ceria dan penuh tawa, gadis yang sangat bertanggung-jawab, perempuan yang kerap menghadirkan empati yang mendalam, semuanya terangkum indah di dalam dirinya.

Bersamanya aku selalu merasakan mentari pagi di bukit, debur ombak di pantai, serta semilir angin di gunung. Tya memang benar-benar sang kekasih yang tak tergantikan. Dear. Hanya itulah sebutan kasih yang dapat aku berikan kepadanya setiap hari selagi memanggil serta menyebut dirinya. Pedih rasanya tatkala merasakan luka ditinggal pergi oleh seseorang seperti dirinya. Enam tahun lamanya aku bisa mengenal dan hidup dengannya adalah momen yang sungguh langka. Tak terbayangkan bila aku diberi kesempatan untuk hidup bersamanya selama 10 tahun, 20 tahun atau 50 tahun lagi dan kemudian ditinggal pergi olehnya. Aku yakin luka yang dialami kemudian tak akan sembuh oleh waktu. Agaknya Tuhan telah mengatur bahwa cukup enam tahun saja bagiku untuk menjalani kehidupan sementara bersamanya di bumi.

Finis vitae sed non amoris…Akhir dari hidup, namun bukan akhir dari cinta. Bahkan maut pun tak akan bisa memisahkan kami. Setidaknya cinta yang telah kami jalin, cinta yang telah kami rangkai, cinta yang telah kami tumbuhkan. Karena kehidupan harus tetap dilanjutkan. Aku pun harus bisa menerima kepergian seseorang yang paling dicintai di muka bumi ini dan berpasrah diri kepada Sang Pencipta.

Selalu ada pelangi setelah badai menerjang. Kini pelangi itu nyata. Tuhan ternyata menganugerahi kami seorang bayi yang cantik, sehat dan menggemaskan. Estafet kehidupan telah diberikan dari Christine Listya Sedayu kepada sang putri yang baru saja dilahirkan Eleonora Thalia Sedayu. Tuhan ternyata Maha Penghibur. Thalia. Begitulah nama bayi suci ini disebut. Sebuah nama yang diberikan oleh Tya, sang ibu yang entah mengapa begitu ngotot ingin mencari dan menamakan sendiri bayinya. Thalia memiliki arti “tumbuh dengan baik”, tentunya sebagaimana doa dan harapan yang dimaksud oleh sang ibu sendiri.

Biarlah buku ini menjadi cermin jiwamu”

Dear…

Entah mengapa aku selalu ingin mengingatmu setiap hari ketimbang mengubur kenangan tentangmu. Ya…aku sadar memang kini engkau telah tiada. Namun bagiku engkau hanya terpisah dariku dalam batas tembok yang bernama dimensi ruang dan waktu. Dimensi yang dimiliki manusia dan dimensi yang dimiliki Sang Ilahi. Aku selalu percaya akan tiba saatnya kita bersama-sama lagi. Aku, tara, thalia beserta engkau tya dan trima yang telah pergi mendahului kami. Dimana kita semua akan menikmati sebuah taman hijau dengan mataharinya yang abadi. Karena telah tertulis bahwa sesungguhnya surga dan bumi penuh kemuliaan Tuhan. Oleh sebab itu aku ingin tetap memuliakan engkau di surga meski jauh dari bumi.

Tiada lagi yang dapat kupersembahkan kepadamu, selain sebuah buku perihal dirimu ini. Aku mencoba menghimpun tulisan-tulisan dari blog pribadimu, foto-foto dan jejak lainnya tentangmu ke dalam buku ini. Tak mungkin memang memuat seluruh catatan kehidupan yang dimiliki olehmu ke dalam sebuah buku. Namun setidaknya melalui buku ini aku dapat merasakan sebuah tempat untuk mengenang kembali segala kebaikan perihal dirimu. Aku memang memilih cara seperti itu. Agar buku ini selalu menjadi memori yang selalu menyentuh sanubari dan melekat di hatiku selamanya. Kelak, bila anak-anak kita sudah tumbuh besar nanti, mereka akan melihat dengan bangga bahwa ibu mereka adalah seorang bunda kesayangan Allah.

Deus Providebit”. Begitulah judul buku persembahan ini demi mengenang seorang Christine Listya. Kalimat yang artinya “God will provide atau Tuhan akan menyediakan” ini sebenarnya sempat diposting oleh Tya di media sosial path miliknya, tepat sehari sebelum proses persalinan. Tya memposting foto tangan kanannya yang tengah menggenggam sebuah alat kontrol dengan latar belakang mesin pencatat grafik detak jantung bayi serta menulis statusnya di path dengan kalimat ini “Deus providebit nostro, Deus providebit quid egemus”. Saat itu ia sudah berada di rumah sakit untuk mempersiapkan kelahiran anak kedua kami.

Selalu akan ada jawaban bagi setiap doa yang dipanjatkan”

Selalu akan ada doa yang dipanjatkan untukmu Tya. Apalagi aku percaya bahwa Tuhan selalu menjawab doa yang ditujukan untukmu. Kini aku, kedua orang tuaku yang tercinta (Agustinus Michael Kayat & Dorothea Komyana) serta kedua orang tuamu yang sangat aku hormati (Nicodemus Wahyudi Salasa & Cecilia Shierly Ekawati Susila) akan membantu untuk membesarkan kedua putri dan bidadari kita, Eufrasia Tara Sedayu dan Eleonora Thalia Sedayu. Biarlah engkau tinggal di surga keabadian demi menemani putri kita tersayang Ancilla Trima Sedayu. Berkatmu juga, kini sahabat kita yang sangat baik luar biasa, Aprilia Melissa menjadi mama kedua bagi Thalia. Setiap hari April memberikan air kehidupan dan menyusui anak kita Thalia melalui Air Susu Ibu (ASI) yang dimilikinya. Belum lagi sejumlah ASI yang diberikan oleh para ibu pendonor lainnya. Sungguh…engkaulah alasan utama mengapa begitu banyak orang baik yang hadir bagi keluarga kita. Tentunya karena engkau Tya, yang telah banyak menanam begitu banyak manusia dalam kehidupanmu. Sehingga Tuhan pun memberikan anugerah terhadap segala apa yang dirimu tuaikan kepada sesama.

Karena kata-kata dalam doa tidak mengenal waktu. Ia harus diucapkan dan dituliskan agar kita menyadari akan keabadiannya. Aku haturkan doa ini kepadamu agar kiranya segala untaian kata yang terucap ini dihembuskan oleh angin menuju angkasa. Dan kiranya langit di surga segera menangkapnya agar cium dan pelukku selalu engkau dekap erat di sana. Meski tubuh kita dipisahkan, namun jiwa kita tetap ada di tangan cinta dan dirimu yang paling aku kasihi akan semakin tampak nyata dalam kejauhan.

Tuhan…
Sang pemilik langit dan bumi,
perkenankanlah hamba-Mu Christine Listya berpulang kepada-Mu,
dan kiranya Engkau memberi keselamatan baginya di Surga.
Tiupkanlah nafasnya ke dalam kebun-Mu,
agar harum semerbaklah selamanya.

Dear Christine Listya…
Pagiku akan selalu membayangkanmu.
Siangku akan selalu mengingatmu.
Malamku akan selalu mengenangmu.
Hatiku kini terbelah dua, 
satu hati yang menangis karena kepergianmu,
satu hati lainnya yang bersabar untuk kembali hidup denganmu.
Sebab seribu tahun sama seperti hari kemarin apabila berlalu.
Aku akan mulai memotret kenangan yang berasal dari cahaya hatimu,
agar engkau kelak melihat foto itu dan memajangnya dalam dinding cinta abadi bersamaku.

Dear Christine Listya…
Sejauh timur dari barat,
Setinggi langit di atas bumi,
Demikian pula kasih yang akan kupersembahkan kepadamu.
Meski sang ajal bertahta dan kini menjemputmu,
namun aku tak kuatir karena roh mu akan selalu menjadi terang bagiku.

Peluk dan cium untukmu…
Wahai cinta abadiku…
Sang Tulang Rusukku…
Aku cinta kamu selama-lamanya.

deus providebit_blog

01

02

03

04

05

13

06

07

08

09

10

11

12

Copyright (c) 2016 by galih sedayu
All right reserved. No part of this pictures may be reproduced in any form or by any means, electronic or mechanical including photocopy, recording or any another information storage and retrieval system, without prior permission in writing from galih sedayu.

Christine Listya Sedayu [RIP : 1 December 1987 – 23 December 2015] | My Dear, My Rib, My Sun, My Song & My Forever Wife

leave a comment »

Teks & Foto : galih sedayu

Jadilah debu yang bertebaran di samudera angkasa
Jadilah harta yang bersimpuh di mezbah agung
Jadilah lagu yang berdendang di pelataran kudus
Jadilah air yang berziarah di rumah abadi
Jadilah gambar yang berseri di dinding awan
Jadilah sabda yang berseru di jagad raya
Jadilah doa yang bersemayam di takhta ilahi

Biarlah sajian roti anggur selalu menyertaimu di surga
Biarlah cahaya api terang selalu menyertaimu di surga
Biarlah gembira seumur hidup selalu menyertaimu di surga
Biarlah hangat sinar mentari selalu menyertaimu di surga
Biarlah sejuk angin segar selalu menyertaimu di surga
Biarlah harum wangi semerbak selalu menyertaimu di surga
Biarlah kekal abadi kasih selalu menyertaimu di surga

Kiranya dirimu tetap mendatangi alam mimpiku
Kiranya dirimu tetap mengetuk pintu hatiku
Kiranya dirimu tetap mengusap air mataku
Kiranya dirimu tetap memeluk jiwa ragaku
Kiranya dirimu tetap meneguhkan hati sanubariku
Kiranya dirimu tetap menguatkan langkah kakiku
Kiranya dirimu tetap mengasihi jati diriku

Bandung, 23 Desember 2015
#49PotretTya

03_blog

Limijati Hospital, Bandung – 22 december 2015

DSCF1527_blog

Home, Bandung – 12 december 2015

DSCF1404_bw_blog

Limijati Hospital, Bandung – 6 december 2015

DSCF1115_blog

IKEA, Jakarta – 2 december 2015

DSCF0015_blog

Riau, Bandung – 23 November 2015

IMG_4265_blog

Home, Bandung – 1 November 2015

IMG_0610_blog

La Plancha Beach, Bali – 6 july 2015

IMG_0364_blog

Manggroove Forest, Bali – 6 july 2015

IMG_9418_blog

Antonio de Blanco Museum, Bali – 4 july 2015

IMG_7717_blog

Garuda Wisnu Kencana, Bali – 2 july 2015

IMG_6746_blog

Balangan Beach, Bali – 2 july 2015

christine listya

Blue Point, Jimbaran, Bali – 2015

christine listya

Lovina Beach, Singaraja, Bali – 2015

tya 07_blog_square

Padang-Padang Beach, Bali – 2015

tya at siliwangi stadiun

Siliwangi Stadiun, Bandung – April 2015

11_blog

Angklung For The World, Siliwangi Stadiun, Bandung – April 2015

10_blog

Cijulang Bridge, Batu Karas, Pangandaran– 28 january 2015

IMG_3943_blog

Batu Karas Beach, Pangandaran– 28 january 2015

IMG_4139_blog

Batu Karas, Pangandaran – 28 january 2015

tya_close up

AFN Studio – 2014

tya at c59

C59 Factory, Bandung – 2014

tya_c59_blog

C59 Factory, Bandung – 15 May 2014

IMG_6514_blog

Pasar Seni ITB, Bandung – 23 November 2014

IMG_5322_blog

Festival Bandung Baheula, Kota Baru Parahyangan – 20 April 2014

christine listya

Parangndog Cliff, Jogyakarta – 2014

IMG_2521_blog

Borobudur Temple, Magelang – 4 March 2014

christine listya

Punthuk Setumbu Hill, Jogyakarta – 2014

christine listya

Parang Tritis Beach, Jogyakarta – 2014

christine listya

Paragliding Area, Puncak, Cipanas – 2014

christine listya

Nusantara Flower Park, Cipanas – 2014

IMG_7367_blog

Gateway Apartment, Bandung – 31 December 2013

IMG_3335_blog

Viaduct, Bandung – August 2013

christine listya

Candidasa Beach, Karang Asem, Bali – 2013

christine listya

Kuta Beach, Bali – 10 March 2013

tya 04_bw

Celuk, Gianyar, Bali – 2013

IMG_8958_blog

Bandung – 26 December 2012

IMG_8124_bw_blog

AFN Studio, Bandung – 16 November 2012

APC_2362_blog

Taman Sari, Jogjakarta – 12 October 2012

christine listya

Prameswari Hotel, Cipanas – 2012

IMG_2704_blog

Santosa Hotel, Cipanas – 10 October 2012

IMG_5273_blog

Old Braga, Bandung – 19 August 2012

christine listya

Kids Learning Centre, Bandung – 2012

APC_6381_blog

Maxi’s Restaurant, Ciumbuleuit, Bandung – 10 April 2011

AIR_0018_blog

Home, Bandung – 1 January 2011

AIR_9946_blog

Cipanas, Puncak – 15 July 2010

AIR_1651_blog

Supratman, Bandung – 19 April 2010

DSC_9264_blog

Taman Bunga Nusantara, Cipanas – 13 March 2010

DSC_8688_blog

Tenjolana Village, Ciwidey – 9 March 2010

20980020_blog

YPKP Hall, Bandung – 27 January 2010

Copyright (c) by galih sedayu
All right reserved. No part of this pictures may be reproduced in any form or by any means, electronic or mechanical including photocopy, recording or any another information storage and retrieval system, without prior permission in writing from photographer.

Written by Admin

August 22, 2014 at 10:10 am

KehendakMu, Karuniaku

with 51 comments

Teks & Foto : galih sedayu

Teruntuk Kedua Putri Kembarku…
Ancilla Trima Sedayu & Eufrasia Tara Sedayu

24 Agustus 2010…tengah malam

Seorang pria bermimpi. Sedang mengendarai mobil jeep hitamnya. Tiba-tiba matanya terbuka lebar dari yang tadinya gelap gulita. Dan mimpi itu pun berhenti.

25 Agustus 2010…tengah malam

Seorang pria bermimpi. Sedang memangku kedua anaknya yang masih kecil. Sambil memandang kedua mata anaknya yang sembab. Entah kenapa. Tiba- tiba pria tersebut mencari salah satu anaknya yang hilang ketika dipangku. Dan mimpi itu pun berhenti.

31 Agustus 2010 pukul 05.30 wib

Pecah ketuban…memanggil dokter…bergegas ke rumah sakit…observasi di ruang transit…menunggu saat kelahiran…

31 Agustus 2010…..19.55, 20.07, 20.13, 20.20, 20.37, 20.55, 21.03, 21.07, 21.23, 21.30, 21.37, 21.50, 22.03, 22.12, 22.26, 23.48, 23.55, 1 September 2010…..00.03, 00.11, 00.19, 00.28, 00.50, 00.55, 01.03, 01.12, 01.21, 01.28, 01.43.

Setelah itu waktu dalam menit dan detik kontraksi yang dialami oleh seorang ibu yang tengah mengandung kedua anak kembarnya tak lagi tercatat. Beberapa perawat rumah sakit yang biasa dipanggil dengan sebutan suster terlihat sibuk memeriksa kandungan sang ibu dengan hati-hati. Hingga akhirnya tiba seorang dokter dengan paras wajah yang sudah berumur. Rambutnya kelihatan memutih namun raut mukanya nampak masih segar meski waktu sudah hampir subuh. Namanya Dokter Pories. Dokter Pories bergegas memasuki ruangan persalinan dan segera mengambil alih kontrol yang tadinya diembankan kepada para suster. Sekitar waktu sepeminuman teh kemudian, terdengarlah bunyi tarikan napas yang terengah-engah, suara jerit kesakitan & raungan tangis keras seorang ibu yang sedang berjuang melahirkan dua bayi kembarnya ke bumi. Waktunya 03.57 wib, saat bayi perempuan prematur pertama keluar dari perut besar sang ibu. Seketika itu pula bayi tersebut menangis dengan nyaring bak membelah bumi. Tubuhnya kelihatan segar dengan kulitnya yang berwarna merah meski beratnya hanya 1,5 kg. Dokter pun langsung menggunting tali pusar bayi itu dan menyerahkan tubuh mungilnya kepada suster sembari memegang kedua ujung kaki kecil bayi itu di atas ranjang melawan gravitasi. Para suster langsung membersihkan tubuh bayi dan dengan cekatan membawa bayi pertama itu ke ruang perawatan. Selang tujuh menit kemudian tepatnya pukul 04.04 wib, bayi perempuan kedua menyusul kakak nya keluar dari rahim sang ibu menuju peraduan dunia. Berbeda dengan bayi pertama, bayi ini kelihatan lemah tak berdaya, tubuhnya pucat pasi & tak ada tangisan satupun yang keluar dari mulutnya. Beratnya hanya mencapai 1,1 kg. Bayi ini pun lantas mendapat penanganan yang sama seperti bayi pertama. Barulah kemudian terdengar helaan nafas yang lega dari dokter, suster & ibunda dari sang ibu yang baru saja mengalami proses keajaiban melahirkan. Inilah kisah kelahiran dua anak manusia yang diberi nama “Ancilla Trima Sedayu & Eufrasia Tara Sedayu” yang lahir tepat pada tanggal 1september 2010. Dimana nama Trima dan Tara merupakan anonim dari kalimat “Terimakasih Tak Terhingga” sebagai bentuk ungkapan syukur kepada Sang Pencipta. Mereka adalah putri kembar pertama pasangan orang tua yang bernama Galih Sedayu & Christine Listya. Tetapi ceritanya tidak berakhir sampai di sini.

Oleh karena kedua bayi perempuan kembar ini lahir prematur serta berat tubuh mereka belum mencukupi berat tubuh rata-rata bayi lahir (yaitu sekitar 2-2,5 kg), maka kedua bayi mungil ini terpaksa harus masuk ke ruang NICU (Neonatal Intensive Care Unit). Sebuah ruangan yang membuat cemas & gelisah sebagian besar orang tua bayi karena di ruang inilah para bayi mereka bertarung melawan hidup dan mati. Termasuk kedua orang tua bayi kembar “cilla & eufra”, begitu nama panggilan dua bayi mungil tersebut. Dokter yang menangani kedua bayi di ruang NICU bukanlah dokter kandungan melainkan seorang dokter anak. Sampai sini Dokter Kelly yang menggantikan tugas Dokter Pories. Baik cilla & eufra terpaksa masuk inkubator dan dipasangkan sebuah alat bantu pernafasan (ventilator) karena paru-paru dan jantung mereka masih sangat lemah.

Masih tanggal 1 September 2010 sekitar jam 09.00 wib, ayah kandung cilla & eufra pulang ke rumah sambil membawa ari-ari dan tali pusar mereka. Kemudian ia mencucinya hingga bersih di air yang mengalir, menaruhnya ke dalam kendi yang disatukan dengan benda-benda yang merupakan simbol doa & harapan baik bagi masa depan kedua bayi kembar tersebut. Bumbu dapur seperti bawang merah, bawang putih, asam, garam dan lengkuas agar kelak mereka pandai memasak. Sebatang pensil yang diraut agar kelak mereka menjadi orang pintar. Cermin & sisir kecil agar kelak mereka dapat mengurus diri. Benang & Jarum agar kelak mereka memiliki ketrampilan. Uang Receh agar kelak mereka pandai mengatur keuangan. Setelah itu ayah cilla & eufra mengucap doa & harapannya bagi masa depan anak kembarnya sembari memegang sepotong lidi. Kemudian kendi tersebut dikubur di halaman depan rumah, ditutup dengan ember yang di dalamnya dipasangi lampu agar hangat serta meletakkan bubur merah-putih sebagai perlambang menolak bala. Selesai sudah ritual paska kelahiran adat jawa yang sarat dengan makna tersebut.

Sudah dua hari ayah cilla & eufra tidak cukup tidur karena menemani istri tercintanya yang baru saja melahirkan. Matanya pun menjadi berat karena rasa kantuk yang luar biasa. Ingin sekali rasanya ia membantingkan badan ke ranjang. Tapi keinginan itu berubah seketika. Tiba-tiba suster rumah sakit menelpon sang ayah untuk segera kembali ke rumah sakit. Kontan saja sang ayah langsung menginjak pedal gas mobilnya dalam-dalam menuju rumah sakit. Sang ayah ternyata lupa bahwa jalan-jalan di Kota Bandung saat itu sering kali mengalami kemacetan karena pada akhir bulan puasa aktivitas kendaraan bermotor meningkat. Cuaca yang terik dan panas akhirnya membuat ayah cilla & eufra menyetir dengan terkantuk-kantuk. Hingga akhirnya sang ayah berhasil keluar dari kemacetan itu dan segera menancap kembali gas mobilnya di sepanjang jalan dago.  Selang beberapa saat tiba-tiba terdengar suara benturan keras di depan mobilnya. Sang ayah terbangun dan matanya langsung terbelalak menatap apa yang telah terjadi. Seperti baru tersadar dari sebuah mimpi, ternyata mobil ayah cilla & eufra menabrak mobil lain di depannya. Mobil sang ayah tidak dapat bergerak karena rusak. Ia langsung turun dan menghampiri pengemudi mobil yang ditabraknya. Pengemudi mobil tersebut seorang anak muda yang sangat baik, tenang dan murah senyum, namanya “acuang”. Sang ayah meminta maaf kepadanya karena mengantuk hingga menabrak mobilnya lalu menceritakan segala hal yang telah menimpa dirinya. Ayah cilla & eufra kemudian menelpon para sahabatnya yaitu ulis, rani & ayi untuk meminta tolong dan segera mengurus kejadian naas ini. Kemudian sang ayah pun melanjutkan perjalanan menuju rumah sakit dengan mengunakan angkutan umum. Sambil berpikir & menerawang jauh bahwa ternyata kejadian ini pernah ada dalam mimpinya sekitar seminggu yang lalu. Firasat ayah cilla & eufra pun bertanya, apakah arti kejadian ini? Sepertinya akan ada peristiwa besar yang akan dialami olehnya.

Sesampainya di rumah sakit, ayah cilla & eufra mendapat kabar bahwa Dokter mendiagnosa Cilla, bayi kembar pertama untuk segera dibuang darahnya karena kelebihan hemoglobin (26 hb). Sementara Eufra, bayi kembar kedua diminta untuk segera dilakukan transfusi darah karena kekurangan hemoglobin (5 hb). Pasalnya, proses tersebut dapat segera dilakukan bila kondisi paru-paru dan jantung bayi telah stabil. Selama hampir 27 jam dokter dan para tim medis pun mengupayakan yang terbaik bagi kelangsungan hidup kedua bayi kembar ini. Malang bagi cilla. Agaknya upaya dokter dan timnya untuk bisa menstabilkan kondisi bayi ini tidak membuahkan hasil. Dari mulai memasang segala peralatan medis, memberi obat-obatan hingga mempompa jantung bayi pertama tersebut. Ayah bayi kembar ini pun hanya mampu untuk terus mengucap ratusan doa bercampur sejuta harapan. Kulit bayi yang tadinya merah, berangsur-angsur berubah menjadi biru di sekujur tubuhnya. Perlahan-lahan gelombang kurva yang tertera di layar monitor pun mulai melemah dan makin renggang. Tangan-tangan dokter yang tadinya aktif mempompa jantung bayi pun sepertinya menyerah.

Lonceng ajal pun akhirnya bergema di keheningan ruangan. Tepat hari kamis tanggal 2 September 2010 pukul 06.50 wib, bayi kembar pertama yang bernama “Ancilla Trima Sedayu” dipanggil menghadap Sang Khalik. Ya Tuhan…Tak pernah terduga sebelumnya bahwa seorang bayi mungil yang awal kelahirannya tampak sehat, merah & kuat itu mesti merenggang nyawa dengan begitu cepat. Walaubagaimanapun itu sudah rencanaNYA. Tak ada yang kuasa melawan takdir bila Tuhan sudah meniupkan sangkakalanya. Cilla pergi untuk selamanya. Tangis pun mengalir haru biru dari wajah ayahnya. Sang ayah hanya mampu memandang pilu sambil memegang tangan putri pertamanya. Kemudian sang ayah pun datang ke ruang perawatan tempat istrinya tercinta. Dengan berat hati sang ayah mengabarkan berita kesedihan itu kepada sang ibu yang masih berbaring dan terkulai lemas. Tangis dan air mata pun berderai dari sang ibu. Betapa tidak, setelah sang ibu berjuang sampai titik darah terakhir untuk bisa melahirkan anak kembarnya dan belum lagi sempat melihat putri pertamanya, ia harus menerima kenyataan pahit akan kepergian cilla selama-lamanya. “Kuatkan lah hati mama cilla & eufra Ya Tuhan…”, kata sang ayah dalam hati.

Karena Rumah Sakit hanya dapat menampung bayi yang sudah meninggal maksimal selama 2 jam, sekitar pukul 10.00 wib jenazah cilla dibawa keluar dari rumah sakit menuju pemakaman. Sebelumnya tubuh cilla dibalut dengan menggunakan baju dan rok berwarna merah muda. Lengkap dengan sarung tangan dan kaus kaki serta topi yang menutup kepalanya. Sang ayah pun bergumam, “Ah..betapa cantik dan lucunya cilla”. Sang ayah tampak bersikeras untuk tidak mau memasukannya jenazah cilla ke dalam peti mati kecil yang telah disediakan. Ia lebih memilih untuk menggendong cilla dalam dekapannya sendiri dan kemudian masuk ke dalam mobil ambulans yang membawa mereka ke tempat pemakaman. Di bawah pohon yang rindang jenazah cilla akhirnya dimakamkan. Sebuah tempat yang teduh, tenang dan menyatu dengan alam. Cilla dimakamkan dalam keadaan yang suci, bersih dan tanpa noda dosa. “Selamat jalan cilla. Tak akan pernah sekalipun dalam hidupku untuk melupakan engkau…nak. Hiduplah jiwamu dalam damai di surga. Cinta ayah akan selalu menyala terang bagai cahaya di dalam kegelapan. Untaian doa akan selalu ayah hamparkan untukmu. Sekarang dan selamanya.”, kata sang ayah dalam doanya.

Saat ini eufra, adik perempuan kembar dari cilla masih dirawat di ruang NICU rumah sakit boromeus bandung. Kondisinya sudah stabil meski masih harus menggunakan alat bantu pernafasan. Setiap hari ayah & mama eufra selalu menemaninya dalam ruangan yang penuh dengan peralatan medis. Menyapa eufra dengan hangat, memberikan sentuhan lembut dan membisikkan kata-kata kasih yang terus berulang.

Lalu mereka mengucap sebuah doa dalam keheningan bagi kedua putri kembarnya,

Ya Tuhan…

Kami berdoa bagi cilla…

Terimakasih karena Engkau telah memberikan sebuah negeri yang damai bagi cilla…

Terimakasih karena Engkau telah menunjukkan jalan yang lurus bagi cilla…

Terimakasih karena Engkau telah menerangi obor bagi cilla…

Terimakasih karena Engkau telah menanamkan pohon keabadian bagi cilla…

Terimakasih karena Engkau telah menjadikan kesucian bagi cilla…

Ya Tuhan…

Kami berdoa bagi eufra…

Terimakasih karena Engkau selalu mencurahkan air kesembuhan bagi eufra…

Terimakasih karena Engkau selalu mengobarkan api kekuatan bagi pertumbuhan eufra…

Terimakasih karena Engkau selalu mengkaruniakan kasih yang besar bagi eufra…

Terimakasih karena Engkau selalu meniupkan nafas ilahi bagi eufra…

Terimakasih karena Engkau selalu menyediakan harapan kehidupan bagi eufra…

Ya Tuhan…

Terimakasih karena menghadirkan cilla & eufra dalam hidup kami.

Rindu kami hanya untuk mereka.

Amin.

Sekelumit kisah bahagia dan tragedi ini dihadirkan kembali dalam bentuk citra foto yang direkam oleh mata sang ayah. Sederhana dan jujur apa adanya. Mesti terkadang hati sang ayah tak kuasa untuk menekan tombol ‘shutter’ kamera. Tetapi walaubagaimanapun jari sang ayah tetap mengabadikan adegan-adegan yang kerap menyedot energi dan pikirannya. Dengan secercah asa bahwa imaji-imaji visual itu kelak dapat menjadi simbol cinta dan harapan bagi manusia yang melihatnya. Bahwa peristiwa tersebut adalah nyata terjadi dan sangat dekat dengan kehidupan manusia. Sementara fotografi menjadi saksi bisu yang terus bersuara kepada dunia tanpa lelah. Yang terus menuturkan dongeng sukacita & dukalara yang saling merajut cerita. Tentunya demi kelangsungan peradaban manusia yang terus bergerak seperti angin, berubah seperti malam berganti siang serta mengalir seperti sungai-sungai di planet bumi. Dalam nama cinta dan kerinduan yang tak pernah lekang dimakan waktu.

Bandung, 1 September 2010

ancilla

ancilla

Copyright (c) 2010 by galih sedayu & Ruli Suryono
All right reserved. No part of this writting & pictures may be reproduced in any form or by any means, electronic or mechanical including photocopy, recording or any another information storage and retrieval system, without prior permission in writing from photographers.