I'LL FOLLOW THE SUN

Love, Light, Live by galih sedayu

Sanubari Bandung Di Taman Kota

with 5 comments

Foto & Teks : galih sedayu

Bayangkanlah…

Seolah kita sedang mengunjungi sebuah taman kota yang telah lama hilang dan kini telah menjadi sorga baru. Sebelum masuk ke dalam taman kota tersebut, mata kita sudah dimanjakan dengan Public Art dalam skala gigantik yang menjadi penanda keberadaan sebuah area hijau. Bentuknya berupa instalasi seni menyerupai pohon raksasa dengan ranting-rantingnya yang bercabang dan penuh ditempeli oleh ribuan kartu berwarna berisikan tulisan ucapan syukur warga atas taman kota yang sangat indah. Begitu kita masuk ke dalam taman kota tersebut, ucapan selamat datang pun keluar dari mulut beberapa penjaga taman sambil mengantarkan senyuman hangat. Setelah itu kita berjalan menuju ke tengah taman. Di sanalah kita melihat dengan jelas hamparan bunga warna-warni bertebaran yang dikerumuni oleh kumbang dan kupu-kupu. Pohon-pohon besar berdiri berjajar di sekitarnya bak benteng yang setia menjaga area taman kota tersebut. Di sisi lain kita melihat sebuah amphitheater yang penuh terisi oleh komunitas yang tengah menyaksikan pertunjukkan sulap. Sementara sebagian anak-anak mudanya terlihat duduk manis di sejumlah bangku taman dengan membawa laptopnya sambil asik menikmati fasilitas wi-fi yang ada di taman kota tersebut. Anak-anak kecil pun terlihat berlarian bebas dan lepas di arena bermain yang telah disediakan. Di hamparan rumput yang hijau, tampak puluhan keluarga yang melakukan piknik dan botram lengkap bersama tikar, makanan & minuman yang dibawanya masing-masing. Suara merdu saxophone terdengar mengalir dari seorang musisi yang mojok di bawah pohon trembesi. Lampu taman yang berbentuk artistik pun turut menghiasi taman kota tersebut dengan memberikan cahayanya terutama bila menjelang malam.

Tentunya kita semua punya mimpi itu. Dan berharap bahwa suatu saat nanti mimpi itu dapat menjadi nyata. Sebuah kota sebenarnya dapat dianalogikan seperti tubuh manusia. Ruang-ruang kota yang ada merepresentasikan bagian atau anggota tubuh kita. Bila Hutan diibaratkan sebagai paru-paru kota karena mensuplai oksigen bagi warganya, Sungai diibaratkan sebagai darah yang mengalir dalam tubuh kota, Kampung yang diibaratkan sebagai otot yang membentuk kota, maka sejatinya taman adalah hati atau sanubari sebuah kota. Karenanya hati yang bersih & gembira akan melahirkan sebuah kota yang bahagia. Bandung adalah sebuah kota yang memiliki begitu banyak taman. Bahkan julukan Bandung sebagai “Parijs van Java” konon didapat karena taman-taman yang dimiliki kota ini sangat menyerupai Kota Paris. Bila kita melihat sejarahnya, taman kota yang lahir pertama kali di kota Bandung adalah “Pieters Park” yang dibangun pada tahun 1885 oleh Meneer R.Teuscher. Kala itu untuk menjaga kesuburan dan kelembaban tanah di sekitar “Pieters Park”, maka dibangunlah sebuah kanal yang memanjang di tepi utara taman. Air yang mengalir pada saluran kanal tersebut bersumber dari sungai cikapayang. Kemudian air dari cikapayang tersebut dialirkan menuju 4 buah taman di kota Bandung yaitu Ijzerman Park (Taman Ganesa), Pieters Park (Taman Merdeka), Molukken Park (Taman Maluku) dan Insulide Park (Taman Nusantara). Saat ini nama “Pieters Park” berubah menjadi Taman Merdeka dengan ciri khas patung badak putih yang menghuni taman kota tersebut. Menurut data dari Dinas Pemakaman dan Pertamanan Kota Bandung, ada sekitar 604 buah Taman di Kota Bandung dan baru sekitar 40% yang bisa dikelola oleh pemerintah. Tak heran memang bila saat ini kita masih melihat begitu banyak taman kota yang menganggur. Bila malam datang, taman-taman itu kerap melahirkan citra negatif seperti gelap, rawan, tempat maksiat, dan lain sebagainya. Untuk itulah tidak selamanya kita bisa berharap banyak terhadap pemerintah untuk dapat mengelola taman dengan baik. Warga kota Bandung sudah semestinya menyikapi masalah ini dan turut mengambil peran sosial demi keberlangsungan taman kota yang semakin terabaikan ini.

Untunglah Kota Bandung ini memiliki sebuah kekuatan sosial yang diciptakan oleh komunitasnya. Dari komunitas inilah dimulai sejumlah tindakan kecil demi menghidupkan taman-taman kota yang hampir mati. Tercatat nama-nama komunitas yang turut berperan dalam mengaktifkan taman kota bandung seperti Komunitas Taman Kota, Komunitas Sahabat Kota, Komunitas Bicons, Komunitas Taman Foto Bandung, Komunitas Aleut, dan lain sebagainya. Pada tanggal 10-11 November 2012, Bandung Creative City Forum (BCCF) menggagas sebuah program aktivasi taman kota yang diberi nama Ulin BDG. Program ini merupakan rangkaian ketiga dari event Helar Festival 2012 yang sebelumnya merespon ruang publik hutan & kampung kota. Ulin BDG merupakan Festival Kaulinan Bandung yang berlokasi di Taman Cilaki. Taman Cilaki dipilih karena ia adalah salah satu taman kota yang dikelilingi oleh ruang-ruang komersil seperti café, factory outlet, hotel dan lain sebagainya. Tentunya pesan yang ingin disampaikan adalah tawaran ruang alternatif lain bagi warga kota untuk bermain. Di sini “Bermain” menjadi kata kunci yang diusung dalam festival Ulin BDG dengan harapan agar warga dapat menghilangkan penat & letih lesu dengan bermain di Taman Kota.

Berbagai komunitas pun turut memeriahkan Ulin BDG ini dari mulai Komunitas Ecoethno yang membuat wahana permainan ketangkasan memanjat pohon, Komunitas Hong yang menyediakan berbagai arena permainan anak-anak tradisional, Taman Foto Bandung yang menghadirkan perpustakaan fotografi & kegiatan memotret, Animatronik yang menghibur warga dengan robot yang dikendalikan melalui sentuhan iPad, PicuPacu yang memberikan edukasi kepada anak-anak melalui permainan (menangkap ikan, lempar bola, menggambar, dll), Komunitas Reptil Bandung dengan pasukan ular sanca dari berbagai jenis, Komunitas Origami Bandung yang mengajarkan pengunjung mengenai seni melipat kertas, Face Painting yang mengecat wajah anak-anak dengan gambar & motif berwarna, Komunitas Layar Kita yang menghangatkan taman dengan pemutaran film, Bandung Beatbox Family dengan seni mengolah suara-suara unik dari mulut, Bike.Bdg, Urban Jedi, Sunday Smile Picnic, Bandung Cycle Chic, Sahabat Walhi, Komunitas Sahabat Kota, Komunitas Sulap Bandung, dan Botol Art Implementer. Sekitar 200 buah lampion berbentuk binatang jerapah, hamster & panda turut digantung di pepohonan sehingga membuat suasana taman cilaki menjadi romantis. 1 buah lampion raksasa berbentuk “Surili” yaitu binatang endemik asal Jawa Barat sejenis kera menjadi ikon utama di festival Ulin BDG tersebut. Lampion-lampion itu sesungguhnya menyiratkan makna bahwasanya kegelapan malam di sebuah taman bisa dilawan oleh nyala kreativitas warganya. Lalu sejumlah musisi Bandung pun ikut menghibur warga yang berkunjung ke Taman Cilaki tersebut. Seperti Strangers, Blues Libre, La Belle, Bad Attitude, Flava Madrim, Karinding Riot, Mr.Sonjaya, Teman Sebangku, Dodong Kodir dan Kang Ganjar Kampung Cicadas. Dapat dikatakan bahwa atmosfir Taman Cilaki kala itu terlihat sangat ceria dengan kolaborasi komunitas & warga kota yang menyambanginya.

Sesungguhnya taman-taman kota itu sama seperti kita manusia. Ia tak mau kesepian di tengah panas teriknya sinar mentari. Ia tak mau sendirian di dalam gelap malam & dinginnya sinar rembulan. Ia tak mau meratap sedih dengan kertak gigi yang ketakutan. Karena baginya cinta kita semua adalah lampu taman yang abadi. Demikianlah hendaknya kita sebagai warga mesti selalu mau membuka mata sebagai pelita tubuh demi menjaga dan merawat taman-taman kota yang ada. Setiap pohon yang baik akan menghasilkan buah yang baik. Begitu pula setiap taman yang dirawat dengan penuh kasih akan menciptakan kota yang bahagia. Celakalah kota Bandung ini bila para warganya tidak mau peduli terhadap tamannya sendiri. Karenanya tatkala taman kota meniup seruling bagi kita, hendaknyalah kita menari. Dan taman-taman itulah yang sesungguhnya menjadi ruang masa depan bagi anak cucu kita nanti.

Wujudkanlah…

Bandung, 12 November 2012

copyright (c) 2012 by galih sedayu
all right reserved. no part of this writting & pictures may be reproduced in any form or by any means, electronic or mechanical including photocopy, recording or any another information storage and retrieval system, without prior permission in writing from photographer.

Written by Admin

November 12, 2012 at 4:51 pm

5 Responses

Subscribe to comments with RSS.

  1. Foto-fotonya bagus banget, Mas Galih! Saya mau nanya dong, ini semua dipotret pakai lensa apa? Nuhun 🙂

    Sheyka

    November 19, 2012 at 12:34 am

    • Makasih ya. Rata-rata saya motret pake lensa 50 mm.

      Admin

      November 19, 2012 at 12:38 am

      • Tapi ada beberapa foto yg sepertinya diambil pakai lensa wide. Wide-nya brp mm, Mas? 50mm-nya itu dipasang di kamera full-frame kah? Terima kasih 🙂

        Sheyka

        November 19, 2012 at 12:42 am

      • Widenya pake 16-35 mm. Yg 50 mm dipasang di kamera full frame.

        Admin

        November 19, 2012 at 10:00 am

  2. […] View more here. […]


Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: