Pesan Dari Kampung Taman Hewan
Foto & Teks : galih sedayu
“Pada suatu tempat di Kampung Taman Hewan”
Pemantik semangat perubahan kota itu sesungguhnya tidak hanya datang dari otak-otak masyarakat kreatif yang tinggal di pusat kota saja. Himpunan Kampung Urban yang biasanya terpinggirkan dan dipandang sebelah mata oleh sebagian orang, ternyata dapat menjadi sebuah pusat energi kreatif pula yang membentuk peradaban kota. Meski kadang kelompok kampung ini terpaksa hidup terhimpit oleh tembok arogansi yang mengatasnamakan pembangunan kota. Mereka inilah sebenarnya yang diharapkan mampu untuk melawan segala superioritas dan rasa kecongkakan sekelompok orang/pengusaha yang berfikiran dangkal yang hanya memikirkan bagaimana menciptakan sejumlah ruang komersil di sebuah kota.
Kampung Taman Hewan adalah salah satu areal dan kawasan marjinal di Kota Bandung yang mencoba tumbuh dan bergerak di antara pembangunan fisik yang mulai mengepung. Kampung Taman Hewan RW 08 ini termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Lebak Siliwangi, Kecamatan Coblong dan terletak di belakang Kebon Binatang, Jalan Taman Hewan Kota Bandung. Bila kita berdiri tepat di lapangan tengah Kampung Taman Hewan (yang biasanya digunakan sebagai lapangan sepakbola) dan menghadap ke sisi sebelah barat , maka kita akan melihat bahwasanya kampung ini bak dipagari oleh bangunan tinggi menjulang yang rencananya akan dijadikan rumah susun. Tak ada lagi pemandangan belantara hijau menyejukkan dan kicau unggas beterbangan yang dulunya sempat dimiliki oleh kawasan tersebut. Uniknya, Kampung Taman Hewan ini memiliki salah satu tokoh masyarakat yang masih muda. Masyarakat kampung ini memanggil namanya dengan sebutan Tjuki atau Cuki. Maklum, ia adalah pentolan dari band punk bernama Tjukimay yang telah dirintisnya sejak tahun 2000. Saat ini Cuki banyak memprovokasi warga Kampung Taman Hewan untuk menjadi produktif dan mengajarkan nilai-nilai kemandirian yang kelak dapat meningkatkan martabat kampung tersebut.
Program Akupuntur Kota adalah sebuah gagasan sederhana dari Bandung Creative City Forum (BCCF) yang mencoba menciptakan berbagai Kampung Kreatif di Kota Bandung. Kampung-Kampung ini nantinya diharapkan mampu untuk menjadi model & contoh nyata dari sebuah Social Movement yang diusung oleh masing-masing warga kampung tersebut. Sehingga berkat perubahan kecil yang dilakukan oleh masing-masing kampung inilah, yang pada akhirnya diharapkan mampu membuat sejumlah perubahan besar di Kota Bandung. Kampung Taman Hewan adalah salah satu kampung kota yang menjadi titik akupuntur permasalahan sebuah kota. Melalui sebuah gelaran kreatif yang bernama Festival Kampung Tamansari, Lapangan Tengah Kampung Taman Hewan (yang merupakan bagian dari perkampungan di daerah tamansari) disulap menjadi sebuah arena ruang publik dan tempat bersinerginya sebagian besar komunitas Kota Bandung. Kampung Taman Hewan inilah yang diharapkan mampu menjadi salah satu ruang publik masyarakat Kota Bandung. Tidak hanya Mall & Factory Outlet saja yang malahan kerap menimbulkan kemacetan dan degradasi sosial.
Tentunya kita semua sadar benar, bahwa perlu adanya sinergi bersama untuk merealisasikan mimpi sebuah kota yang ideal. Untuk itu BCCF pun menggandeng Keluarga Mahasiswa Seni Rupa (KMSR) ITB sebagai pelaksana kegiatan Festival Kampung Tamansari khususnya aktivitas yang dilakukan di Kampung Taman Hewan. Karena selain di kampung ini, Festival Tamansari juga menggelar sebuah program Mural Atap di kawasan Kebon Kembang. Tepatnya tanggal 20 September 2012 hingga 22 September 2012, Festival Kampung Tamansari ini dipersembahkan bagi khalayak umum. Sejumlah komunitas, pihak akademisi, instansi, seniman, dan warga kampung pun turut memberikan andil pada perhelatan di Kampung Taman Hewan tersebut. Dari mulai Hay Man Movement yang memberikan workshop melukis layang-layang, TPB FSRD ITB 2012 & senior KMSR ITB yang mengerjakan Mural Lapangan, Air Foto Network yang memberikan workshop foto jurnalisme warga, Pemutaran Film oleh Komunitas Layar Kita, Sentuhan kuas Tisna Sanjaya yang berduet dengan suara harmonika yang dilantunkan Hari Pochang, serta Video Mapping dari Interacta. Bahkan sejumlah musisi seperti Kasada, Trah Project, Pancasura, Karinding Sagara, Teman Sebangku, Nada Fiksi & Sound of Hanamangke turut memeriahkan Festival Kampung Tamansari tersebut. Kehadiran Walikota Bandung (Dada Rosada) dan Wakil Walikota Bandung (Ayi Vivananda) juga melengkapi simbol sinergisitas masyarakat sebuah kota. Meski sebenarnya sebagian besar pidato tentang kebakaran yang disampaikan secara panjang lebar oleh Walikota Bandung pada saat itu, agaknya kurang relevan dengan konteks kreativitas yang digelar di Kampung Taman Hewan ini. Namun biarlah.
Apa yang telah dilakukan oleh warga Kampung Taman Hewan ini adalah sebentuk kesadaran kolektif yang menawarkan sebuah pemikiran sekaligus getaran emosional bagi masyarakat kota dimanapun. Bahwa nun di kaki langit urban sebuah kota, masih ada dimensi lain yang merindukan keintiman di sana serta masih ada artefak peradaban yang merindukan sebuah perubahan. Karena sesungguhnya persoalan yang ingin mereka komentari adalah sebentuk masa depan yang terhalang. Masa depan sebuah kampung yang mungkin tertutup oleh tembok, debu & suara bising pembangunan. Serta ketidak adilan bagi mereka yang hendak membungkam suara-suara protes warga. Walaubagaimanapun hari esok Kampung Taman Hewan hanya ada pada upaya keras yang diperlihatkan oleh warganya. Juga solidaritas dan empati dari komunitas kotanya. Dan tentunya kemauan baik serta tindakan nyata dari pemerintahnya. Dalam kekuatan itulah semestinya kita percaya.
“Pada suatu masa di Kampung Taman Hewan”
Bandung, 5 Oktober 2012
copyright (c) 2012 by galih sedayu
all right reserved. no part of this writting & pictures may be reproduced in any form or by any means, electronic or mechanical including photocopy, recording or any another information storage and retrieval system, without prior permission in writing from photographer.
Leave a Reply