“Bandung : Sound of Silence” | A Photography Project by galih sedayu
Foto & Teks : galih sedayu
Bandung, Bandung, Bandung nelah Kota Bandung
Bandung, Bandung, sasakala Sangkuriang di lingkung gunung, heurin ku tangtung, puseur kota nu mulya Parahiangan
Bandung, Bandung pada muru di jarugjugan
***
Bandung, Bandung, Bandung disebut Kota Kembang
Bandung, Bandung, legenda Sangkuriang dikelilingi gunung, padat penduduknya, ibukota yang mulia Parahyangan
Bandung, Bandung, jadi tujuan semua orang
– Lagu Sunda “Bandung” ciptaan Mang Koko Koswara
Membaca Bandung sebagai sebuah kota, tentunya tidak bisa dipisahkan pada kejadian bersejarah di tahun 1810. Tatkala Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang berkuasa pada saat itu, dengan didampingi oleh Bupati Bandung yakni Wiranatakusumah II, berjalan kaki menyambangi suatu tempat yang kini disebut sebagai Tugu Nol Kilometer di Jalan Asia Afrika Bandung. Di sanalah Daendels menancapkan tongkat kayunya seraya berkata: “Zorg, dat als ik terug kom hier een stad is ge-bouwd!” yang artinya adalah “Coba usahakan, bila aku datang kembali, di tempat ini telah dibangun sebuah kota!”.
Perintah yang keluar dari mulut seorang Daendels itulah yang kemudian membuat Bandung yang tadinya merupakan sebuah dusun yang sepi, kini menjadi sebuah kota yang lain. Bahkan perubahan kota Bandung seolah-olah telah dinubuatkan oleh para sepuh sunda sesuai dengan “cacandran” (tanda-tanda jaman) dalam “Uga Bandung” (ramalan bandung) yang menyebutkan bahwa Bandung heurin ku tangtung (bandung padat penduduknya). Menurut catatan sejarah yang ditulis oleh Haryoto Kunto, sekitar tahun 1900 kota Bandung hanya memiliki penduduk sekitar 28.963 jiwa. Bandingkan dengan jumlah penduduk kota Bandung saat ini (2012) yang sudah mencapai lebih dari 2 juta jiwa.
Dahulu kala kota Bandung menyimpan segudang julukan nama yang harum semerbak dari mulai “Bandung Parijs van Java”, “Bandung Kota Kembang”, “Bandung the Garden of Allah”, “Bandung Paradise in Exile”, “Bandung Kota nan Sejuk” dan lain sebagainya. Apakah julukan tersebut masih pantas diucapkan bila melihat tubuh kota Bandung sekarang? Rasa-rasanya kita harus berpikir dua kali. Bahkan akan lebih tepat bila kota Bandung saat ini diberi predikat sebagai “Kota Macet”, “Kota Polusi”, “Kota Factory Outlet”, “Kota Sampah” ataupun “Kota Banjir”. Mengapa demikian? Karena realitanya berbicara tegas seperti itu. Keseharian kota Bandung saat ini dengan mudah divisualkan sebagai kota yang semerawut dan mulai kehilangan jati dirinya. Belum lagi berbagai permasalahan tata kota yang carut marut seperti penghancuran bangunan bersejarah, taman-taman kota yang tidak terawat serta pedagang kaki lima yang makin membludak tak beraturan. Dengan melihat itu semua, tentunya warga Bandung tidak bisa tinggal diam dan duduk manis melihat keadaan kota yang semakin dekat ke arah sakral maut tersebut. Paradigma bahwa ini semua adalah tanggung jawab pemerintah haruslah dibinasakan. Masyarakat harus menyadari bahwa mereka tidak bisa mengandalkan pemerintah selama cara mereka mengelola Kota Bandung masih seperti ini. Masyarakat Bandung harus yakin dan percaya bahwa kota ini bisa berubah menjadi yang lebih baik selama para warganya mau bangun dari tidur panjangnya dan mulai peduli dengan kotanya. Warga Bandung harus mau untuk mulai mematikan TV dan berjalan melihat segala isi kota yang ditinggalinya. Karena sejatinya sebuah kota yang sehat dapat terwujud ketika para warganya mulai keluar rumah dan memiliki tanggung-jawab sosial untuk berbuat sesuatu bagi masa depan kotanya.
Jika manusia butuh istirahat, maka seharusnya demikian pula dengan sebuah kota. Satu-satunya kesempatan langka melihat Kota Bandung berhenti beraktivitas yaitu saat hari raya lebaran dimana pada saat inilah para umat muslim kompak melakukan kegiatan salat id bersama. Pada momen seperti itulah kita dapat melihat bagaimana jantung kota Bandung seperti berhenti berdetak dan mata kota Bandung seperti lelap terpejam meski sesaat. Kawasan Jalan Fly Over Pasupati, Jalan Braga, Jalan Merdeka, Jalan Cihampelas, Jalan Dago, Jalan Pecinan, semuanya lelap tertidur. Tidak ada aktivitas pedagang, tidak ada lalu-lalang kendaraan bermotor, ataupun suara bising kesibukan Kota Bandung. Hanya ada atmosfir hening, sunyi dan diam. Bandung padam sementara. Sungguh sebuah pemandangan yang ambigu tentunya. Di satu sisi dapat menimbulkan rasa rindu namun di sisi lain menimbulkan rasa ngeri. Namun sebenarnya momen ini lah yang diharapkan dapat menjadi ajang kontemplasi bagi warga Kota Bandung. Mengajak warga untuk kembali berpikir jernih dan menata ide-ide yang seharusnya berguna bagi Kota Bandung. Dimana sesudahnya mampu melahirkan sejumlah energi positif yang siap membungkus Kota Bandung. Karenanya sebuah kota akan terus berlangsung dengan segala hal yang diberikan oleh para warganya. Semoga himpunan visual hening ini dapat mengiringi perjalanan panjang warga Kota Bandung agar selalu menjadi ingatan bersama bahwasanya Kota Bandung ini memang layak untuk dicintai. Tanpa berharap imbalan apapun dan dengan sepenuh hati.
Bandung, 19 Agustus 2012
copyright (c) 2012 by galih sedayu
all right reserved. no part of this writting & pictures may be reproduced in any form or by any means, electronic or mechanical including photocopy, recording or any another information storage and retrieval system, without prior permission in writing from photographer.
mantabbbb…bandung *the death city..Good job
Rizal Kennady
August 22, 2012 at 6:49 am
Thank you…
Admin
August 22, 2012 at 6:50 am
Wewwww kerennnn, aku juga punya mas tapi versi Jakarta hehe.
wira
August 22, 2012 at 11:42 am
Wah…boleh donk di share. Pasti keren…
Admin
August 22, 2012 at 12:09 pm
best moment , terus berkarya 🙂
farid fcs
August 22, 2012 at 12:36 pm
^_^
Admin
August 22, 2012 at 3:16 pm
wah keren
ijin di share, boleh tidak mas admin?
nikopurba
August 22, 2012 at 3:28 pm
Boleh tapi tolong diberi tahu diposting di mana saja yah. Tks.
Admin
August 23, 2012 at 1:39 am
sae pisan mang tulisan + visualnya menggugah, janten sono ka nu namina Bandung …
fajar
August 22, 2012 at 10:36 pm
Hatur nuhun mang. Bandung mah pirindueun. Hehe.
Admin
August 23, 2012 at 1:40 am
Reblogged this on Catatan si Niko.
nikopurba
August 23, 2012 at 2:26 am
Okay. Semoga bermanfaat.
Admin
August 23, 2012 at 8:11 am
momen yang langka, layak untuk dikenang. izin nge-save fotonya ya kang. terima kasih…
Cepy
August 23, 2012 at 9:51 am
Punten, kalo tulisan & fotonya bisa dan boleh di share ke yang lain…tapi jangan disimpan sendiri.
Biar punya manfaat buat orang banyak. Terima kasih yah.
Admin
August 23, 2012 at 2:31 pm
Sudah kang, waktu itu udah saya share link ini di fb saya 🙂
cepy
August 27, 2012 at 12:01 pm
sae pisan, asa waas..
iman @bewoks
September 22, 2012 at 2:17 am
Hehe. Hatur nuhun.
Admin
September 22, 2012 at 3:08 am
Inspiratif bgt, Kang. Jd pengen nyoba bikin juga. Btw kok bisa dapat momen Dago lg kosong, Kang? Itu teh pas kapan? Soalny kliatan kayak udah siang gitu hehehe. Thanks, Kang.
Sheyka
April 4, 2013 at 2:10 am
Saya motretnya pas hari lebaran. Hehe.
Admin
April 4, 2013 at 3:12 pm
Oh kirain Jakarta aja yang bisa jadi ‘rehat’ di waktu Lebaran. Ternyata Bandung juga ya. Jadi penasaran kota mana lagi yang bisa ‘rehat’ kayak gini 🙂
Sheyka
April 4, 2013 at 3:16 pm
Hehe. Kalao mau yang bener2 sepi di bali pas acara nyepi.
Admin
April 6, 2013 at 4:52 am