Posts Tagged ‘Hutan Kota Dunia Babakan Siliwangi’
Sebuah Titian Dalam Hutan & Ceritanya
Teks & Foto : galih sedayu
Delonix Regia. Ia hanyalah salah satu dari sekian banyak pohon penghuni abadi hutan kota Babakan Siliwangi yang diwariskan oleh bumi sejak sekian lama, demi menyediakan oksigen kehidupan bagi warga Kota Bandung. Nama Pohon “Regia” atau yang lebih sering dikenal dengan sebutan Pohon Flamboyan ini akhirnya dicetuskan menjadi sebuah nama kegiatan aktivasi ruang publik di hutan kota tersebut yang diusung oleh Bandung Creative City Forum (BCCF), sebuah perkumpulan komunitas kreatif yang berdiri sejak tahun 2008 di kota Paris Van Java ini. Program “Regia” yang mengambil tema ‘Story of the City Forest‘ tersebut digelar selama dua hari berturut-turut dari tanggal 20-21 April 2013 dan berpusat di area jembatan hutan kota Babakan Siliwangi, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Forest Walk. Mengapa mesti di tempat ini? Sejarah Kota Bandung mencatat bahwa pada tanggal 27 September 2011, hutan kota Babakan Siliwangi dideklarasikan menjadi hutan kota dunia atau World City Forest oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tepatnya melalui United Nations Environment Programme (UNEP). Pada saat bersamaan, jembatan di tengah hutan kota ini pun selesai dibangun dan diresmikan secara bersama-sama yang disaksikan oleh sekitar 1500 anak dan pemuda dari 111 negara di seluruh dunia. Mereka hadir pada saat konferensi TUNZA International Children and Youth Conference on Environment di Sabuga Bandung.
Jejak fisik berupa jembatan sederhana di hutan kota inilah yang sesungguhnya dapat menjadi simbol tempat berkumpulnya warga Kota Bandung untuk lebih dekat dengan alamnya. Agar kita dapat menyentuh pohon-pohon dan merasakan sentuhan dedaunan di tangan kita. Agar kita dapat melihat burung-burung yang bertengger di sana dengan kicaunya yang menawan hati. Agar kita sadar bahwa hutan kota ini dapat membawa ketenangan dan mengistirahatkan diri sejenak dari hingar bingar serta polusi Kota Bandung. Dan yang paling penting ialah bahwa di sanalah sesungguhnya suara warga Kota Bandung menjadi satu, yakni dengan tegas menolak pembangunan atau alih fungsi lahan hutan untuk dijadikan ruang komersil oleh pihak-pihak yang mendewakan uang dan kepentingan duniawi.
Karena salah satu ciri khas Kota Bandung adalah kolaborasi yang dihadirkan oleh warganya, maka tak heran sejumlah komunitas dan jejaring kreatif pun turut mengambil peran dengan bersinergi secara aktif untuk memanfaatkan dan mengaktifkan hutan kota dunia Babakan Siliwangi. Dari mulai aktivitas Pameran Foto yang dikelola oleh air foto network, kampanye baksil (save babakan siliwangi dan coin for babakan siliwangi) oleh Komunitas Lebak Siliwangi dan Greeneration Indonesia, jamuan makan malam di tengah hutan (Forest Dining) yang dipersembahkan oleh Cafe Halaman, Instalasi lampu dan permainan laser sederhana (Light Installation), Lapak Ayo Main bersama Komunitas Hong, kegiatan senam yoga yang diinisiasi oleh Yoga Leaf, workshop anak-anak bersama Sahabat Kota, musik akustik yang dilantunkan oleh Kang Ganjar Noor, lagu-lagu perihal hutan gubahan anak-anak sekolah semi palar, piknik dan botram (Alfresco) yang diusung oleh Agritektur, Infografik bertajuk “ Mengapa Kita Harus Menyelamatkan Babakan Siliwangi” yang dibuat oleh Batasfana, Tisna Sanjaya dengan petuah bijak serta sentuhan kuasnya, Wawan Husin dengan Story Telling nya yang apik, Jorowok Bandung dengan menghadirkan Bpk. T.Bachtiar yang berbicara tentang hutan kota. serta Blues Leuweung yakni pertunjukkan musik blues di Sanggar Olah Seni (SOS) Babakan Siliwangi yang dimeriahkan oleh para sahabat Bandung Blues Society (BBS). Bayangkanlah energi bandung yang hadir di sana.
Bila kita berbicara perihal hutan kota dunia Babakan Siliwangi, beberapa fakta pun hadir secara nyata di sana. Di masa lalu, terdapat dua belas mata air di kawasan hutan kota dunia Babakan Siliwangi, dimana kini hanya tersisa satu mata air saja. Di kawasan hutan kota ini terjadi pula penurunan permukaaan air tanah, dari 22,99 meter menjadi 14,35 meter (data tahun 1999). Bila lahan hutan kota ini menghilang, akan menyebabkan semakin menurunnya permukaan air tanah karena berkurangnya lahan resapan. Fakta yang lain berbicara bahwasanya hutan kota dunia Babakan Siliwangi merupakan habitat bagi 120 jenis tumbuhan dan 149 jenis hewan serta merupakan tempat singgah bagi enam jenis burung migrasi. Bila kawasan hutan kota ini menghilang, maka jalur migrasi burung-burung ini akan terpotong. Pepohonan yang tumbuh di kawasan Hutan Kota Babakan Siliwangi antara lain adalah Pohon Cola (Cola nitida) dan Pohon Sempur (Dillenia Indica L.), dan Pohon Flamboyan (Delonix Regia) yang paling dominan tumbuh di sana. Tumbuhan yang ada di kawasan hutan kota ini berfungsi sebagai penyaring polusi dan suara. Siapa pun warga yang berada di tengah hutan kota ini, dapat merasakan ketenangan, meskipun jaraknya sangat dekat ke jalan raya yang ramai. Luas kanopi dari pepohonan yang tumbuh di lahan hutan kota ini mencapai hingga 5 Hektar, sementara luas dari Babakan Siliwangi adalah 3,8 Hektar. Tutupan kanopi ini merupakan peneduh, dan sebenarnya dapat menjadi pengurang stress pada manusia yang berada di sekitarnya, karena pepohonan ini menghasilkan udara yang kaya dengan oksigen. Fungsi pepohonan di hutan kota dunia Babakan Siliwangi adalah sebagai penyerap CO2 terhitung hingga 13.680 Kg per hari, sementara melepaskan pula O2 sebesar 9.120 Kg per harinya. Bila harga O2 murni mencapai Rp.25.000,- per liter, maka nilai ekonomis dari hutan kota dunia Babakan Siliwangi mencapai Rp.148.000.000,-. Dari perhitungan ini, dapat diperkirakan bahwa bila kawasan hutan kota dunia Babakan Siliwangi berkurang bahkan hingga 20%-nya saja, maka kerugian Kota Bandung dapat mencapai 10 Milyar Rupiah. Namun demikian, fakta penting yang memiliki nilai bagi Kota Bandung sesungguhnya adalah bagaimana sebenarnya hutan kota dunia Babakan Siliwangi ini menjadi sebuah tempat untuk membangun hubungan manusia dengan alam seutuhnya.
Maka dari itu sudah sepatutnya warga Kota Bandung mengucap syukur atas pemberian Sang Semesta dengan sekian banyak kelimpahan yang dimiliki oleh hutan kota dunia Babakan Siliwangi. Karenanya kabarkanlah keselamatan hutan kota ini dari hari ke hari, ceritakanlah kemuliannya kepada semua orang dan bersatulah untuk terus menjaganya dari keserakahan para penguasa yang bodoh. Sebab keagungan dan semarak selalu ada di dalamnya. Sebab kekuatan dan kehormatan ada di tempatnya yang tersembunyi. Sebab anak cucu kita perlu diajari dan merasakan rindangnya hutan. Dan hanya satu kata yang dapat kita ucapkan dengan lantang kepada orang-orang yang ingin merusak hutan kota dunia Babakan Siliwangi. LAWAN!!!
“There is unrest in the forest,
There is trouble with the trees,
For the maples want more sunlight,
And the oaks ignore their pleas.”
– Rush, ‘The Trees’
Bandung, 21 April 2013
copyright (c) 2013 by galih sedayu
all right reserved. no part of this writting & pictures may be reproduced in any form or by any means, electronic or mechanical including photocopy, recording or any another information storage and retrieval system, without prior permission in writing from photographer.
Demonstrasi Hening Para Pengawal Hutan
Teks & Foto : galih sedayu
Hutan Kota Babakan Siliwangi adalah salah satu kawasan ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Bandung, sebuah kota yang dihuni lebih dari 2,5 juta penduduk. Karena di hutan yang berbentuk tapal kuda inilah 48 jenis pohon dan 24 jenis burung hidup dalam damai di sebuah lahan hijau seluas 3,8 hektar. Dalam sehari hutan yang dulunya dikenal dengan sebutan Lebak Gede ini mampu menghadirkan oksigen bagi 15.600 jiwa, sehingga ruang publik ini menjadi paru-paru Kota Bandung yang menjaga kualitas udara bagi kehidupan para warganya. Hutan inipun merupakan daerah luahan air (discharge) dan masih menyisakan satu mata air yang masih berfungsi di tebing sebelah timur laut. Bahkan pada tanggal 27 September 2011, Hutan Babakan Siliwangi ini ditahbiskan sebagai World City Forest atau Hutan Kota Dunia oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) melalui United Nations Environment Programme (UNEP).
Namun sejak tahun 2007 Pemkot Bandung telah memberikan izin pengelolaan lahan hutan kota tersebut selama 20 tahun kepada PT Esa Gemilang Indah (EGI). Padahal sebagaimana amanat Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, Pemerintah Kota Bandung seharusnya menyediakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik minimal 30% dari seluruh wilayahnya. Namun demikian, Kota Bandung yang luasnya sekitar 17.000 hektar ini baru memenuhi sekitar 7% RTH. Di kawasan hutan inilah, PT EGI berencana akan membangun rumah makan di bekas lokasi rumah makan yang dulu terbakar.
Atas kejadian inilah akhirnya timbul gerakan kolektif dan upaya-upaya bersama dari warga Kota Bandung demi mempertahankan kelestarian hutan kota Babakan Siliwangi. Hutan ini menjadi ruang publik yang kerap diaktivasi oleh berbagai komunitas Kota Bandung sebagai penanda kecintaan warga. Sejarah pun mencatat nama-nama komunitas yang turut peduli terhadap kelangsungan hutan kota ini baik yang sifatnya bersimpati maupun berempati. Dari mulai Forum Warga Peduli Babakan Siliwangi, Sanggar Olah Seni (SOS) Babakan Siliwangi, Himpunan Peternak Domba dan Kambing (HPKD) Bandung, Lebak Siliwangi, Walhi Jabar, Bandung Inisiatip, Hayu Ulin di Baksil (HUB), Greeneration ID, Forum Hijau Bandung, Bandung Creative City Forum (BCCF), Grow Box, Sunday Smile Picnic, dan masih banyak lagi.
Jelang Pemilihan Walikota Bandung tahun 2013 ini, isu alih fungsi lahan hutan kota Babakan Siliwangi ini kembali memanas. Bahkan kemudian area sekeliling Hutan Kota ini dipagari dengan seng berwarna hijau seperti kemah kediaman para penebang hutan. Rupanya para pengawal hutan kota ini tak lantas berdiam diri saja. Pagar-pagar seng yang menutup serta menghalangi sejauh mata memandang ke arah dalam hutan pun dilukis melalui sentuhan kuas dan jemari dari sekelompok warga dan anak-anak muda Kota Bandung. Inilah uniknya Bandung. Bahkan dalam kemarahan, protes dan perlawanan pun, karya mereka masih menyeruakkan estetika keindahan yang melekat di dalamnya. Dalam himpunan visual mural itulah kita dapat melihat rasa marah, tangisan, kutukan yang justru kadang membuat kita tertawa. Tertawa dalam kesadaran bahwa suara mereka sesungguhnya benar adanya. Karenanya, diberkatilah para pengawal hutan kota Babakan Siliwangi. Yang menaruh harapan pada alam dan semesta. Yang melawan dengan cara apapun meski keliatan konyol. Mimpi mereka semua sama. Pohon-pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke dalam tanah, yang memberikan nafas dan nyawa bagi flora dan fauna, yang mewartakan cinta bagi kotanya. Bagi mereka hutan adalah tahta kemuliaan, luhur dari sejak semula dan tempat bait kudus bagi warga sebuah kota.
“By the sacred grove, where the waters flow
We will come and go, in the forest
In the summer rain, we will meet again
We will come and go, in the forest
By the waterfall, I will hold you in my arms
We will meet again by the leafy glade
In the shade of the forest
With your long robes on, we will surely roam
By the ancient roads, I will take you home
To the forest.”
– Van Morrison, In the forest
Bandung, 10 April 2013
copyright (c) 2013 by galih sedayu
all right reserved. no part of this writting & pictures may be reproduced in any form or by any means, electronic or mechanical including photocopy, recording or any another information storage and retrieval system, without prior permission in writing from photographer.