Secercah Kearifan Di Kampung Naga
Foto & Teks : galih sedayu
Sejatinya sebuah Kampung Adat adalah cermin dari peradaban manusia yang telah diwariskan kepada kita sejak dulu kala. Karena di sanalah manusia belajar mengenal alam semesta, sesama dan dirinya sendiri. Kampung Naga adalah bukti peradaban salah satu kearifan lokal tersebut. Kampung ini terletak di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Penghuni kampung ini adalah masyarakat pedesaan Sunda yang telah ada sejak masa peralihan dari pengaruh agama Hindu menuju pengaruh agama Islam di Jawa Barat. Mereka mengaku telah mendiami perkampungan tersebut selama kurang lebih 600 tahun dan hingga kini masih memegang erat aturan-aturan adat yang diwariskan sejak turun temurun. Saat ini tercatat ada sekitar 109 Kepala Keluarga yang menghuni Kampung Naga. Luas total Kampung Naga ini sekitar 1,5 hektar. Di sebelah barat Kampung Naga terdapat hutan keramat yang tumbuh subur sebagai area pemakaman para leluhur masyarakat Kampung Naga, Sembah Eyang Singaparna. Di sebelah selatan Kampung Naga terbentang persawahan penduduk yang hijau dan asri sebagai lahan mereka untuk menanam padi. Dan di sebelah utara Kampung Naga mengalir aliran sungai Ci Wulan (Kali Wulan) dengan batu-batunya yang berserakan indah dimana sumber airnya berasal dari Gunung Cikuray di daerah Garut.
Arti kata Kampung Naga sendiri bukan merupakan sebuah kampung yang dihuni oleh binatang mitos naga yang kerap kali dijumpai di film-film khayal atau yang sering didongengkan kepada anak kecil sebelum tidur. Kampung Naga berasal dari bahasa sunda yaitu “Kampung na Gawir” yang dalam bahasa indonesia memiliki pengertian “Kampung di Jurang”. Karena bila kita menyambangi Kampung Naga, kampung tersebut akan terlihat dari jalan seolah-olah terletak di dasar jurang. Perjalanan menuju Kampung Naga ini mengharuskan kita untuk menuruni kurang lebih 350 anak tangga dengan kemiringan 40 derajat dan setelah itu menyusuri sungai Ciwulan sebelum tiba di pemukiman penduduk. Seluruh bangunan rumah yang ada di Kampung Naga memiliki sebuah ciri berupa “Tanda Angin” yang digantung di setiap pintu depan rumah. Tanda Angin ini berasal dari tumbuh-tumbuhan yang telah dilengkapi dengan syarat-syarat ritual dengan tujuan untuk menolak bala atau pencegah musibah bagi penghuni rumah.
Saat ini masih ada sebagian masyarakat yang belum mengenal keberadaan Kampung Naga beserta masyarakat tradisional tersebut. Untuk itu saya mencoba untuk menghadirkan kembali segala bentuk bangunan fisik, nilai-nilai tradisi dan potret keseharian penduduk Kampung Naga ini melalui cuplikan-cuplikan fotografis. Tentunya dengan sebuah harapan bahwa Kampung Naga ini dapat terus diperkenalkan kepada masyarakat dunia agar segala kearifan yang melekat di sana akan selalu diingat, dimaknai dan ditularkan. Meski saat ini arus budaya modern merasuk begitu cepatnya, tetapi keberadaan Kampung Naga berserta masyarakatnya ini tetap menjadi sebuah tanda kebesaran alam yang selalu terjaga dan tak pernah sirna oleh kesombongan manusia modern.
Kampung Naga, Garut, 20 Januari 2011
copyright (c) 2011 by galih sedayu
all right reserved. no part of this writting & pictures may be reproduced in any form or by any means, electronic or mechanical including photocopy, recording or any another information storage and retrieval system, without prior permission in writing from photographer.
[…] FOTO & TULISAN TENTANG KAMPUNG NAGA http://fotografius.wordpress.com/2011/01/21/secercah-kearifan-di-kampung-naga/ […]
NYORANG KAMPUNG ADAT : Workshop of Documentary Photography & Excursion to Kampung Naga « Fotografi Bergerak
January 21, 2011 at 7:12 am
Tulisan & Foto yg menarik mas. Hehe.
dian
January 23, 2011 at 12:26 pm
Mas…mau belajar buat photo story donk…
Asik sptnya.
jaka
January 23, 2011 at 12:27 pm
[…] FOTO & TULISAN TENTANG KAMPUNG NAGA http://fotografius.wordpress.com/2011/01/21/secercah-kearifan-di-kampung-naga/ […]
NYORANG KAMPUNG ADAT : Workshop of Documentary Photography & Excursion to Kampung Naga | APC Institute
June 5, 2011 at 6:22 am