I'LL FOLLOW THE SUN

Love, Light, Live by galih sedayu

Museum Kehidupan Rumah Marga Tjhia: Ruang Toleransi

leave a comment »

Teks & Foto : galih sedayu

Ribuan cerita perihal sejarah masyarakat Indonesia keturunan Tionghoa, dapat kita temui di Kota Singkawang, Provinsi Kalimantan Barat. Julukan Kota Seribu Kelenteng yang melekat bagi Kota Singkawang, menjadi sihir yang memikat bagi para pengelana ruang dan waktu. Sejumlah artefak bangunan sejarah pun berhimpun di Kota Singkawang. Salah satunya adalah Rumah Marga Tjhia yang menjadi saksi bisu dari perjuangan leluhur masyarakat Indonesia keturunan Tionghoa selama 119 tahun lamanya. Rumah Marga Tjhia yang telah menjadi cagar budaya Kota Singkawang ini tersembunyi di balik wajah ruko-ruko modern yang ramai, tepatnya di jalan Budi Utomo No. 35, Gang Mawar, Condong, Singkawang Barat.

Adalah Xie Shou Shi (Chia Siu Si dalam dialek Hakka Singkawang) yang menjadi tokoh penting di balik keberadaan Rumah Marga Tjhia ini. Chia sendiri merupakan seorang perantau muda dari Kota Xiamen, yang kemudian melarikan diri dari kemiskinan dan krisis pangan akibat bencana alam yang menimpa di China. Chia adalah seorang petani muda yang nekad mengarungi lautan demi mengadu nasib serta mencari harapan untuk kehidupan barunya. Namun dalam perjalanannya, ia terdampar di Semenanjung Malaya (Malaysia). Karena terjadi kerusuhan, Chia kembali mengarungi lautan dan tibalah di Kota Singkawang yang saat itu masih dalam kekuasaan Pemerintah Kolonial Belanda. Dari sinilah Chia mulai merintis kehidupan barunya untuk kemudian menggarap lahan pertanian Singkawang yang sangat subur. Chia kemudian memanfaatkan lokasi Singkawang yang strategis karena berseberangan langsung dengan Laut Natuna, dengan membangun sebuah armada khusus untuk mengangkut dan menjual hasil panen dari kebunnya terutama yang berupa kelapa dan karet untuk dikirim ke Malaysia dan Singapura. Lambat laun Chia menjadi sosok penting bagi masyarakat setempat maupun Pemerintah Kolonial Belanda karena kerja keras dan kesuksesannya dalam membangun perekonomian dan kehidupan sosial di Singkawang. Oleh karena itu Pemerintah Kolonial Belanda memberikan sebuah tanah hibah untuk Chia sebesar 5.000 meter persegi sebagai bentuk apresiasi atas segala hal yang dilakukannya.

Pada tahun 1902 Chia membangun tanah tersebut sebagai sebuah kawasan yang digunakan bagi rumah tempat tinggal baginya dan keluarganya, serta membangun sebuah kantor dagang miliknya yang bernama Chia Hiap Seng. Dengan mendatangkan langsung arsitek dari China, Chia membangun rumah di kawasan tersebut dengan bahan kayu ulin yang indah. Gaya arsitekturnya menggunakan campuran dari Timur dan Barat serta memiliki konsep si he yuan, yang berarti halaman yang dikelilingi oleh empat rumah. Sekitar 50 meter dari depan Rumah Marga Tjhia, terdapat sungai kecil yang dahulu digunakan sebagai sebagai jalur perdagangan menuju Malaysia dan Singapura.

Saat ini, Rumah Marga Tjhia ditetapkan sebagai cagar budaya Kota Singkawang oleh pemerintah setempat sebagai usaha melestarikan dan melindungi kawasan yang telah dibangun oleh Chia. Bangunan ini dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010, Tentang Cagar Budaya. Registrasi Pusat Nomor 2/26-01/8/1 dan Registrasi daerah Nomor 6172/5/0001. Penduduk Tionghoa Singkawang mengenal rumah ini dengan sebutan “Thai Buk” yang artinya rumah besar. Bangunan ini terdiri atas ruang pertemuan, ruang berdoa, deretan kamar-kamar membentuk huruf “U”, serta taman-taman kecil. Ruang pertemuan berukuran luas berada di bagian depan rumah. Ruang berdoa berisi altar doa, abu leluhur, patung Budha dan dewa, serta papan nama leluhur. Deretan kamar merupakan tempat peristirahatan bagi keluarga keturunan Tjhia, yang masih ditempati hingga sekarang. Rumah marga Tjhia memiliki plang kayu bertuliskan kalimat mutiara Tionghoa kuno, dengan arti berbeda pada tiap ruangan rumah. Saat mengunjungi Kawasan Rumah Marga Tjhia, kita dapat menikmati pula suguhan Choi Pan (bahasa Hakka) atau Chai Kue (bahasa Tiociu) yang merupakan makanan khas Tionghoa di Singkawang. Choi Pan ini dijual di depan salah satu rumah milik keturunan Chia.

Bila kita menyambangi kawasan yang penuh dengan keunikan sejarahnya ini, kita akan disambut baik dan menjadi tamu yang selalu dipersilakan masuk meski tanpa janji terlebih dahulu. Kita pun dapat melihat serta merasakan detak jantung keseharian hidup yang berdenyut di rumah mereka tanpa ada rasa kuatir bahwa mereka terganggu dengan adanya kehadiran kita. Kiranya Rumah Marga Tjhia ini dapat menjadi ruang singgah bagi kita semua yang senantiasa menjunjung tinggi toleransi serta menghargai nilai sejarah agar pelita Bhineka Tunggal Ika tetap menyala terang selamanya bagi Indonesia.

Singkawang, 5 October 2021

Copyright (c) by galih sedayu
All right reserved. No part of this pictures may be reproduced in any form or by any means, electronic or mechanical including photocopy, recording or any another information storage and retrieval system, without prior permission in writing from photographer.

Written by Admin

October 26, 2021 at 1:55 pm

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: