I'LL FOLLOW THE SUN

Love, Light, Live by galih sedayu

Archive for the ‘(No) Tears in Heaven’ Category

(No) Tears in Heaven

leave a comment »

“(No) Tears in Heaven”
Oleh : Oscar Motuloh
Desember 2010

Banyak jalan ke Roma. Rutenya menjadi putusan hati. Galih Sedayu memilih fotografi untuk mengungkap ekspresi dan berbagi pengalaman spiritualnya perihal kepergian salah satu dari putri kembarnya saat dilahirkan. Dalam genre dokumenter, Galih menuangkan ungkapan hatinya dengan merekam perjuangan buah hatinya yang masih diperkenankan Ilahi beroleh kehidupan yang indah di bumi yang fana ini. Eufra, sang penyintas, menjadi simbol kekuatan keluarga, saat duka menyelimuti waktu hingga tangan mungilnya menghentak dan seringai senyuman untuk pertama kali menghiasi wajahnya.

Dengan kamera saku Galih mencatat simbol-simbol waktu dan tanda-tanda kehidupan., level yang terus bergerak pada inkubator, tangan kaku yang perlahan bergerak menandakan harapan. 

Ranah personal juga menjadi sub genre yang didekati Galih. Suatu cara untuk mengaitkan langsung kisah dan pencatatan visual Eufra dari mata Galih sebagai kata ganti orang pertama. Medium hitam putih terbaca sebagai metronome kehidupan dimana detak jantung berfungsi sebagai sebentuk momentum keyakinan. Mari simak apa yang dilakukan Nan Goldin dengan proyek-proyek aku sebagai inti perhatian. Atau juga Robert Frank pada era sebelumnya. Pendekatan personal bukan soal individualistik yang narsis, dia lebih pada cara yang melibatkan siapapun yang mengapresiasi rangkaian karya-karya perihal simbol kehidupan Eufra, menjadi dirinya. Pendekatan ini lebih mengarahkan keterlibatan jiwa melalui kekuatan penglihatan.

Ketika kita menyimak sebentuk rangkaian requeim visual dari ekspresi seorang ayah yang tentunya mewakili kepedihan sang istri, maka sesungguhnya dia adalah bagian dari pernik kehidupan. Fotografi mengabadikan kefanaan untuk kita-kita yang masih menyisakan usia di bumi. Namun citra karya fotografi sesungguhnya bersifat kekal, karena dia menciptakan karya yang mengabadikan waktu, sama seperti kematian yang menjadi perantara keabadian. Tangisan di sorga?, seperti yang disedu-sedankan gitaris Eric Clapton? Tampaknya tidak, sorga nun tinggi di atas sana, adalah keabadian itu sendiri. “(No) Tears in Heaven”.

Written by Admin

September 7, 2018 at 1:46 am