I'LL FOLLOW THE SUN

Love, Light, Live by galih sedayu

Archive for the ‘“Bandung From Spaces To Places” | Agar Menjadi Tubuh Kota’ Category

Agar Menjadi Tubuh Kota | My Personal Book Project : Bandung From Spaces To Places

leave a comment »

Teks : galih sedayu

Manusia dimana pun akan selalu membutuhkan ruang. Tak terkecuali warga yang menghuni sebuah kota. Baik secara komunal maupun individual, mereka mendambakan ruang yang menjadi tempat untuk berpijak dan menciptakan peradaban. Ruang yang kemudian digunakan untuk berkoloni, berinteraksi dan berekspresi agar mereka tetap dapat menggerakkan sebuah kota. Bandung adalah contoh nyata sebuah kota yang selalu bergerak. Dengan menyandang predikat sebagai kota kreatif, tentunya Bandung memiliki banyak ruang publik yang sangat inspiratif. Dari mulai bangunan bersejarah beserta jalan-jalan kotanya, hutan, taman, kampung beserta lapangan dan sungainya yang menggenapkan keutuhan sebuah kota. Coba kita simak sedikit cerita, fakta dan pandangan perihal ruang-ruang publik yang ada di Kota Bandung tersebut.

Sebuah kota tanpa bangunan bersejarah ibarat tubuh manusia tanpa kepala & ingatannya”

Karenanya tatkala sekelompok manusia yang congkak dan dungu berlomba untuk merubuhkan bangunan-bangunan bersejarah kotanya hanya demi uang, maka aksi perlawanan terhadap mereka pun sudah semestinya muncul. Wajar saja memang karena gerakan yang ingin menyelamatkan gedung-gedung tua itu mesti terus selamanya didukung agar kota yang kita huni tetap menjadi waras. Salah satu yang menjadi magnet bagi Kota Bandung adalah keberadaan gedung-gedung tua yang tak kunjung henti selalu mempesona mata manusia. Gedung-gedung tua yang menawan tersebut tersebar di berbagai kawasan Kota Bandung. Dalam buku “100 Bangunan Cagar Budaya di Bandung” yang disusun & diterbitkan oleh Harastoeti DH pada tahun 2011, gedung-gedung tua tersebut dibagi ke dalam kawasan pusat kota, kawasan pecinan/perdagangan, kawasan pertahanan & keamanan/militer, kawasan etnik sunda, kawasan perumahan villa & non-villa serta kawasan industri. Sesungguhnya saat ini perlu adanya upaya-upaya aktif warga untuk kembali menghidupkan bangunan-bangunan tua & bersejarah di Kota Bandung yang telah lama terbengkalai. Untuk kemudian memperkenalkannya kepada anak-anak kita supaya dikenal oleh angkatan yang kemudian. Supaya anak-anak yang lahir kelak, bangun dan menceritakannya kepada anak-anak mereka. Supaya mereka menaruh kepercayaan kepada setiap kotanya dan dengan teguh melestarikannya. Karenanya kita perlu menyadari bahwa cinta tidak bisa diberitakan di dalam kubur bangunan tua sebuah kota. Ia akan hidup ketika seluruh warga dapat dengan bebas mengunjungi dan menaruh harapan-harapannya pada gedung-gedung tua sebuah kota. Hingga Kota Bandung akan ada untuk selama-lamanya dan takhtanya seperti matahari & bulan di depan mata, sebagai saksi yang setia di awan-awan.

Sebuah kota tanpa hutan ibarat tubuh manusia tanpa jantung & paru-parunya”

Kawasan Babakan Siliwangi (Lebak Siliwangi) yang terletak di bagian utara kota Bandung tepatnya di jalan Babakan Siliwangi (tembusan jalan Tamansari melewati jalan Ganesha) adalah hutan kota satu-satunya yang masih tersisa di kota ini. Bila kita berbicara perihal hutan kota Babakan Siliwangi, beberapa fakta pun hadir secara nyata di sana. Di masa lalu, terdapat dua belas mata air di kawasan hutan kota Babakan Siliwangi, dimana kini hanya tersisa satu mata air saja. Di kawasan hutan kota ini terjadi pula penurunan permukaaan air tanah, dari 22,99 meter menjadi 14,35 meter (data tahun 1999). Bila lahan hutan kota ini menghilang, akan menyebabkan semakin menurunnya permukaan air tanah karena berkurangnya lahan resapan. Fakta yang lain berbicara bahwasanya hutan kota Babakan Siliwangi merupakan habitat bagi 120 jenis tumbuhan dan 149 jenis hewan serta merupakan tempat singgah bagi enam jenis burung migrasi. Bila kawasan hutan kota ini menghilang, maka jalur migrasi burung-burung ini akan terpotong. Pepohonan yang tumbuh di kawasan Hutan Kota Babakan Siliwangi antara lain adalah Pohon Cola (Cola nitida) dan Pohon Sempur (Dillenia Indica L.), dan Pohon Flamboyan (Delonix Regia) yang paling dominan tumbuh di sana. Tumbuhan yang ada di kawasan hutan kota ini berfungsi sebagai penyaring polusi dan suara. Siapa pun warga yang berada di tengah hutan kota ini, dapat merasakan ketenangan, meskipun jaraknya sangat dekat ke jalan raya yang ramai. Luas kanopi dari pepohonan yang tumbuh di lahan hutan kota ini mencapai hingga 5 Hektar, sementara luas dari Babakan Siliwangi adalah 3,8 Hektar. Tutupan kanopi ini merupakan peneduh, dan sebenarnya dapat menjadi pengurang stress pada manusia yang berada di sekitarnya, karena pepohonan ini menghasilkan udara yang kaya dengan oksigen. Fungsi pepohonan di hutan kota dunia Babakan Siliwangi adalah sebagai penyerap CO2 terhitung hingga 13.680 Kg per hari, sementara melepaskan pula O2 sebesar 9.120 Kg per harinya. Bila harga O2 murni mencapai Rp.25.000,- per liter, maka nilai ekonomis dari hutan kota Babakan Siliwangi mencapai Rp.148.000.000,-. Dari perhitungan ini, dapat diperkirakan bahwa bila kawasan hutan kota Babakan Siliwangi berkurang bahkan hingga 20%-nya saja, maka kerugian Kota Bandung dapat mencapai 10 Milyar Rupiah.

Kemudian sudah sejak lama sebenarnya warga Kota Bandung berjuang demi menyelamatkan Hutan Babakan Siliwangi dari sekelompok pengusaha yang akan menjadikannya sebagai ruang komersil. Berbagai upaya warga pun telah dikerahkan demi mengembalikan pengelolaan hutan kota tersebut dari pihak swasta ke pihak pemerintah dan warga Bandung. Dari mulai aktivasi ruang publik hutan yang dilakukan oleh jejaring komunitas hingga deklarasi Hutan Babakan Siliwangi menjadi Hutan Kota Dunia (World City Forest) yang telah disepakati bersama antara United Nations Environment Programme (UNEP) dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Kementrian Lingkungan Hidup Indonesia dan Pemerintah Kota Bandung. Dan di tahun ini kabar gembira pun datang menjemput dimana Hutan Kota Dunia Babakan Siliwangi telah dikembalikan pengelolaannya sehingga kembali menjadi milik warga Kota Bandung. Namun demikian, fakta penting yang memiliki nilai bagi Kota Bandung sesungguhnya adalah bagaimana sebenarnya hutan kota dunia Babakan Siliwangi ini menjadi sebuah tempat untuk membangun hubungan manusia dengan alam seutuhnya. Maka dari itu sudah sepatutnya warga Kota Bandung mengucap syukur atas pemberian Sang Semesta dengan sekian banyak kelimpahan yang dimiliki oleh hutan kota dunia Babakan Siliwangi. Karenanya kabarkanlah keselamatan hutan kota ini dari hari ke hari, ceritakanlah kemuliannya kepada semua orang dan bersatulah untuk terus menjaganya dari keserakahan para penguasa yang bodoh. Sebab keagungan dan semarak selalu ada di dalamnya. Sebab kekuatan dan kehormatan ada di tempatnya yang tersembunyi. Sebab anak cucu kita perlu diajari dan merasakan rindangnya hutan.

Sebuah kota tanpa taman ibarat tubuh manusia tanpa hati & sanubarinya”

Bandung juga merupakan sebuah kota yang memiliki begitu banyak taman. Bahkan julukan Bandung sebagai “Parijs van Java” konon didapat karena taman-taman yang dimiliki kota ini sangat menyerupai Kota Paris. Bila kita melihat sejarahnya, taman kota yang lahir pertama kali di kota Bandung adalah “Pieters Park” yang dibangun pada tahun 1885 oleh Meneer R.Teuscher. Kala itu untuk menjaga kesuburan dan kelembaban tanah di sekitar “Pieters Park”, maka dibangunlah sebuah kanal yang memanjang di tepi utara taman. Air yang mengalir pada saluran kanal tersebut bersumber dari sungai cikapayang. Kemudian air dari cikapayang tersebut dialirkan menuju 4 buah taman di kota Bandung yaitu Ijzerman Park (Taman Ganesa), Pieters Park (Taman Merdeka), Molukken Park (Taman Maluku) dan Insulide Park (Taman Nusantara). Saat ini nama “Pieters Park” berubah menjadi Taman Merdeka dengan ciri khas patung badak putih yang menghuni taman kota tersebut. Menurut data dari Dinas Pemakaman dan Pertamanan Kota Bandung, ada sekitar 604 buah Taman di Kota Bandung dan baru sekitar 40% yang bisa dikelola oleh pemerintah. Tak heran memang bila saat ini kita masih melihat begitu banyak taman kota yang menganggur. Bila malam datang, taman-taman itu kerap melahirkan citra negatif seperti gelap, rawan, tempat maksiat, dan lain sebagainya. Untuk itulah semestinya kita hadir di sini bukan untuk mengeluh. Warga kota Bandung sudah semestinya menyikapi masalah ini dan turut mengambil peran demi keberlangsungan taman kota yang semakin terabaikan ini. Sesungguhnya taman-taman kota itu sama seperti kita manusia. Ia tak mau kesepian di tengah panas teriknya sinar mentari. Ia tak mau sendirian di dalam gelap malam & dinginnya sinar rembulan. Ia tak mau meratap sedih dengan kertak gigi yang ketakutan. Karena baginya cinta kita semua adalah lampu taman yang abadi. Demikianlah hendaknya kita sebagai warga mesti selalu mau membuka mata sebagai pelita tubuh demi menjaga dan merawat taman-taman kota yang ada. Setiap pohon yang baik akan menghasilkan buah yang baik. Begitu pula setiap taman yang dirawat dengan penuh kasih akan menciptakan kota yang bahagia. Celakalah kota Bandung ini bila para warganya tidak mau peduli terhadap tamannya sendiri. Karenanya tatkala taman kota meniup seruling bagi kita, hendaknyalah kita menari. Dan taman-taman itulah yang sesungguhnya menjadi ruang masa depan bagi anak cucu kita nanti.

Sebuah kota tanpa kampung ibarat tubuh manusia tanpa jiwa & raganya”

Pemantik semangat perubahan kota itu sesungguhnya tidak hanya datang dari otak-otak masyarakat kreatif yang tinggal di pusat kota saja. Himpunan Kampung Urban yang biasanya terpinggirkan dan dipandang sebelah mata oleh sebagian orang, ternyata dapat menjadi sebuah pusat energi kreatif pula yang membentuk peradaban kota. Kampung pun dapat menjadi ruang publik yang eksotis. Meski kadang kelompok kampung ini terpaksa hidup terhimpit oleh tembok arogansi yang mengatasnamakan pembangunan kota. Mereka inilah sebenarnya yang diharapkan mampu untuk melawan segala superioritas dan rasa kecongkakan sekelompok orang/pengusaha yang berfikiran dangkal yang hanya memikirkan bagaimana menciptakan sejumlah ruang komersil di sebuah kota. Keberadaan Kampung Kota adalah sebentuk kesadaran kolektif yang menawarkan sebuah pemikiran sekaligus getaran emosional bagi masyarakat kota dimanapun. Bahwa nun di kaki langit urban sebuah kota, masih ada dimensi lain yang merindukan keintiman di sana serta masih ada artefak peradaban yang merindukan sebuah perubahan. Karena sesungguhnya persoalan yang ingin mereka komentari adalah sebentuk masa depan yang terhalang. Masa depan sebuah kampung yang mungkin tertutup oleh tembok, debu & suara bising pembangunan. Serta ketidak adilan bagi mereka yang hendak membungkam suara-suara protes warga. Walaubagaimanapun hari esok dan keberlangsungan Kampung Kota hanya ada pada upaya keras yang diperlihatkan oleh warganya. Juga solidaritas dan empati dari komunitas kotanya. Dan tentunya kemauan baik serta tindakan nyata dari pemerintahnya. Dalam kekuatan itulah semestinya kita percaya.

Sebuah kota tanpa sungai ibarat tubuh manusia tanpa darah & nadinya”

Sungai merupakan salah satu ruang publik kota yang memiliki pesona & keindahan menawan bila dikelola dengan baik. Karena di sanalah kita dapat mensyukuri bahwasanya air sungai yang mengalir jauh tersebut dapat memiliki sejumlah fungsi bagi warga sebuah kota. Dari mulai drainase, penggelontor kotoran limbah, obyek wisata, penyedia air baku, pemanfaatan energi air serta sarana irigasi pertanian. Namun sayang bahwa keberadaan Sungai di Kota Bandung malahan kerap menghamilkan bencana dan melahirkan musibah bagi warganya. Terutama ketika musim penghujan tiba. Luapan air dari sungai-sungai yang membelah Kota Bandung justru membawa teror banjir bagi warganya. Belum lagi genangan sampah yang dibawa serta oleh air sungai tersebut. Tentunya kita tidak bisa serta merta menyalahkan alam dalam hal bencana tersebut. Karena ironisnya, banjir itu timbul justru akibat ulah kita sendiri. Entah itu karena warga yang kerap membuang sampah ke sungai ataupun karena penebangan pohon secara membabi buta sehingga menghilangkan daerah resapan air. Menurut data, ada sekitar 61 sungai dan 46 anak sungai dengan total panjang 252,55 km yang terdapat di Kota Bandung. Bila kita menyebut nama sungai di Kota Bandung, tentunya nama sungai Cikapundung tidak bisa dilupakan dalam memori kita. Sungai Cikapundung adalah salah satu sungai besar yang membelah Kota Bandung dengan panjang sekitar 15,5 km. Sungai Cikapundung memiliki luas daerah tangkapan di bagian hulu sebesar 111,3 Km2, di bagian tengah seluas 90,4 Km dan di bagian hilir seluas 76,5 Km2. Sedangkan panjang sungai Cikapundung dari hulu Maribaya sampai hilir Citarum mencapai 28 km. Untuk itulah perlu ada upaya untuk menjaga dan mengaktivasi sungai-sungai yang ada di Kota Bandung dengan melibatkan kekuatan kreatif warganya. Tentunya kita tidak bisa melakukan hal itu semua sekaligus. Hanya dengan metoda seperti akupuntur lah, secara realistis dapat kita lakukan terhadap sungai-sungai yang kita miliki saat ini. Semestinya upaya untuk mengaktivasi sungai kota tersebut mesti sejalan dengan upaya untuk menjaga kebersihan sungai. Sungai yang bersih dan jernih sesungguhnya adalah ruang dan tempat kita bercermin. Dan harapannya cermin dari air sungai itu merefleksikan tawa, canda dan keceriaan warga kota ketika mengunjungi sungainya. Siapakah yang akan mendengar jikalau sungai berteriak karena kering atau banjir serta alur alirannya menangis bersama-sama karena kotoran sampah? Karena tentunya kita pun tak ingin air sungai naik sampai ke leher dan kita tenggelam ke dalam sungai yang penuh lumpur. Oleh karena itu bila kita ingin berbuat sesuatu, mulailah keluar dari rumah dan datanglah ke sungai. Kenalilah sungai-sungai yang ada di kotamu dengan melihat dan menyentuhnya. Niscaya setelah itu rasa sayang akan muncul sebagaimana kisah cinta anak manusia. Dan kemudian rasa sayang itu lah yang akan membuat kita untuk melahirkan sikap peduli dan menjaga sungai. Sehingga pada akhirnya kita akan melihat sungai-sungai yang diserbu oleh para warganya. Yang menanti untuk dihamili oleh sebuah budaya baru. 

Untuk itulah melalui buku foto ini, berbagai cuplikan imaji perihal sebagian ruang publik dan aktivasi yang dilakukan oleh warga Kota Bandung dicatat kembali secara visual. Sekaligus menawarkan harapan di sana agar dapat menjadi awal bagi kita untuk mulai menciptakan sebuah budaya perubahan yang dilakukan di ruang publik. Sekiranya masih ada warga yang mau keluar rumah untuk melihat dan menyentuh ruang-ruang kotanya, maka di sanalah terdapat kota yang bahagia. Kota Bandung menganugerahkan sejumlah energi dan kekuatan sosial melalui komunitas yang dimilikinya. Hal ini mengajarkan bahwasanya kita tidak bisa sendirian untuk membangun ruang publik yang nyaman dan bernilai bagi Kota Bandung. Langkah laku manusia selalu terbentang dan terbuka lebar di Kota Bandung. Warga Bandung yang memilih hidup untuk selama-lamanya harus mau menciptakan segala-galanya bersama-sama. Karena Bandung Kita adalah segala pikiran kita yang menjadi tindakan kita.

bdg from spaces to places_gs

Copyright (c) by galih sedayu
All right reserved. No part of this pictures may be reproduced in any form or by any means, electronic or mechanical including photocopy, recording or any another information storage and retrieval system, without prior permission in writing from photographer.

Written by Admin

December 21, 2017 at 2:10 am